Kadin Jatim Pesimis EBT Bisa Capai 25 Persen di 2025

ilustrasi: seputarforex.com

Kamar Dagang Industri (Kadin) Jawa Timur pesimis penggunaan energi baru terbarukan (EBT) bisa mencapai 25 persen pada 2025. Maksimal penggunaannya hanya bisa 12-15 persen pada 2025.

Seperti diketahui, Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi berambisi meningkatkan penggunaan energi dari kurang dari 5 persen menjadi 25 persen di tahun 2025 mendatang. Dr Ir Nelson Sembiring, M.eng Wakil Ketua Umum Kadin Jawa Timur Bidang Energi Sumber Daya Mineral mengaku pesimis bahwa angka 25 persen bisa terwujud.

Hal itu karena belum adanya dukungan dari pemerintah baik dari sisi pendanaan ataupun sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah. Padahal, potensi EBT di Jawa Timur cukup besar. Yang sekarang sudah masuk proses lelang adalah energi panas bumi di Ijen Banyuwangi dan Ngebel Ponorogo. Tenaga panas bumi juga masih bisa digali di Welirang, Probolinggo dan Madura. Adapula potensi lain yang bisa dikembangkan adalah biogas, air dan matahari.

“Resources kita sebenarnya sudah cukup banyak. Tapi dukungan pemerintah yang belum ada,” kata Nelson pada wartawan.

Pemakaian EBT, menurut Nelson memang lebih efektif dan efisien meski dalam jangka waktu yang cukup panjang. Jawa Timur sendiri sudah memulai penggunaan EBT 10 tahun lalu. Hasilnya, penggunaan EBT baru menginjak 7 persen. Meski demikian, pemakaian EBT bisa menghemat energi tak terbarukan secara signifikan.

Nelson mencontohkan 1 kilowatt listrik jika menggunakan EBT hanya seharga Rp 1.100. Bandingkan dengan penggunaan solar sebagai bahan bakar yang bisa mencapai Rp 3.000 per kilowatt. Harga jual listrik PLN Rp 700-750. Artinya, subsidi pemerintah sebesar Rp 2.250 per kilowatt. Dengan menggunakan EBT, pemerintah hanya mensubsidi Rp 350. Jauh lebih hemat.

Diakui Nelson, investasi untuk pemakaian EBT memang tidaklah murah. Untuk pembelian peralatan microhydro (EBT dari air) misalnya butuh biaya sebesar Rp 30 juta. Investasi mahal inilah yang kemudian membuat berbagai pihak untuk menimbang ulang pengembangan EBT.

“Investasi awalnya memang mahal. Tapi harus dipikir juga keuntungannya dalam jangka waktu 4-5 tahun. Uang bisa kembali dalam waktu 5-6 tahun. Bisa jauh lebih hemat,” ujarnya.

Nelson berharap pemerintah bisa memberikan dukungan riil berupa pendanaan pengembangan EBT dan proses detailed engineering design (DED). Diikuti juga dengan konsistensi dan sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk penerapan EBT. suarasurabaya.net

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim