Penebangan Liar Marak di Kangean

Terancam gundul: wwwefacom-efa.blogspot.com

Hutan lindung di Pulau Kangean, Sumenep mengalami kerusakan parah akibat pembalakan liar. Ironisnya, aparat kemananan terkesan tutup mata alis membiarkan begiru saja maraknya aksi illegal logging yang menyebabkan kerusakan hingga 60 % dari 900 ha luas areal hutan lindung terutama di wilayah Barat pulau tersebut.

Yang dikhawatirkan, maraknya pembalakan liar itu masyarakat kepualan terancam longsor dan bencana alam lainnya. “Kondisi itu memang sangat kita sesalkan. Hutan lindung Kangean yang seharusnya dijaga, jutruk marak penebangan liar,” kata Badrul Aini, anggota DPRD Sumenep yang berangkat dari daerah pemilihan Kangean, Sabtu (9/4) pagi tadi.

Dia menambahkan luas hutan di Kangean Barat mencapai 900 hektare. Karena aksi pembalakan liar yang marak dalam tiga tahun terakhir ini, mengakibatkan hutan lindung tinggal 40 persen. “Kondisinya sekarang sebagian besar lahan hutan atau skitar 60 % dari luas area sudah gundul dan rusak berat akibat penebangan secara liar itu,” tuturnya.

Bahkan, lanjut dia, akibat pembalakan liar itu mulai muncul tanda-tanda akan terjadinya bencana bencana. Apalagi di beberapa lokasi arela hutan yang rusak itu mulai digerus air hujan, dan rawan longsoro. “ Jika, tidak penebangan liar itu tidak dihentikan, dan tidak ada pembenahan, bencana besar pasti melanda Pulau Kangean,” tegasnya.

Hasil pengamatan di lapangan, kata Badrul, bencana longsor dampak rusaknya hutan lindung itu mulai dirasakan masyarakat wilayah Barat Kangean. Seperti jalan poros desa sepanjang 20 km yang merupakan penghubung Desa Deandung, Timur Janjang, dan Desa Torjek mulai tertimbus longsor. “Jadi, jalan raya dari wilayah Kecamatan Arjasa menuju Kecamatan Kangayan rusak parah tertimbun longsor akibat penebangan liar,” terangnya.

Kerusakan hutan lindung juga terjadi di Desa Jukong-Jukong, Kec. Kangayan. Daerah yang awalnya menjadi tempat berlindungnya habitat hutan, seperti Kijang, Harimau dan Ayam Bagisar juga sudah tidak lagi ditemukan. Ada dugaa binatang itu juga punah karena ikut diburu.

“Habitat hutan yang menjadi kebanggan masyarakat Pulau Kangean sudah punah. Ayam Bagisar yang saat ini diperjual-belikan merupakan hasil ternak masyarakat. Bukan yang dihasilkan secara alamiah di hutan,” ungkapnya.

Selain itu, sejumlah mata air yang menjadi penghidupan masyarakat mulai mati. Seperti di sumber air terjun di Desa Torjek dan mata air Patapan Kangean yang sudah tak bisa lagi diandalkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air saat musim kemarau. “Kedua mata air ini sudah tidak lagi bisa dimanfaatkan sepanjang masa seperti tempo dulu. Ya, karena setiap memasuki kemarau, airnya mati,” katanya.

Ironisnya, lanjut dia, sikap penegak hukum setempat, selain terkesan membiarkan aksi pembalakan liar hutan lindung itu. Sebaliknya mereka diduga kongkalikong antara pelaku pembalakan hutan itu,–terbukti sejauh ini pernah tak ada penangkapan pelaku illegal logging di sana. “Penebangan liar sampai sekarang terus berlangsung,” tegasnya. “Sangat aneh, ketika pengrusakan hutan tetap berlangsung dan juga tidak ada penanaman kembali,” tambahnya.

Sumber lain menyebutkan, kayu yang sudah ditebang mencapai 4.716 batang. Rinciannya kayu jati atau hutan produksi mencapai 2.101 pohon, dan rimba campur (hutan lindung) sebanyak 2.615 pohon. Kerugian akibat penebangan secara liar ini mencapai Rp 30 miliar. SP

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim