Situs Biting dan Kerajaan Lamajang yang Terpendam

Makam Raja-Raja Lamajang. foto:istimewa

Belasan Arkeolog dari Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta sibuk mengorek-orek tanah merah di Dusun Biting, Desa Kutorenon Kecamatan Sukodon, Lumajang, Jawa Timur beberapa waktu silam. Para Arkeolog itu berusaha menguak misteri Situs Biting yang tertanam di perut bumi Kabupaten Lumajang.

Tim Arkeolog itu menduga, di bawah tanah seluas 135 hektare itu, ada sebuah benteng yang terkait dengan Kerajaan Majapahit. Aliran sungai di sekitar situs, tepatnya di Dusun Biting I dan II di Kutorenon, memperkuat adanya pemukiman kuno di sana. “Entah seperti apa lengkapnya bangunan abad XIII ini. Bisa jadi adalah sebuah benteng,” kata Masyhudi, Ketua Tim Penelitian UGM yang mengadakan penelitian di situs Biting Lumajang, saat itu.

Diperkirakan, situs tersebut bagian dari Kerajaan Lamajang yang terpendam. Kerajaan Lamajang ini sendiri memiliki hubungan erat dengan kerajaan besar, Majapahit. Di Babad Tanah Jawa, Kerajaan Lamajang sering disebut Majapahit Timur.
Di areal situs memang ditemukan tumpukan-tumpukan batu bata besar. Satu bata berukuran ukuran 40x20x5 centimeter. Diduga, tumpukan bata yang satu terangkai dengan tumpukan lain dengan penghubung masih tertanam di dalam tanah.

Penggalian di areal ini bermula pada 2006 silam saat sejumlah warga mendapati tumpukan batu bata ukuran besar di areal persawahan mereka. Informasi ini kemudian dicocokkan dengan peta Situs Biting yang dimiliki Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan. BP3 memang pernah mengirim 4 orang ke situs tersebut untuk pemantauan awal.

Namun, informasi ini baru ditindaklanjuti tahun 2010 dengan pengalian atau ekskavasi di beberapa tempat di sekitar persawahan milik warga. Tim UGM kembali melakukan ekskavasi dua pekan lalu untuk meneliti kembali benteng ini.

Warga Lumajang tergabung dalam elemen Masyarakat Peduli Peninggalan Majapahit (MPPM) bersama-sama ikut mendukung penggalian di lokasi persawahan dan pemukiman itu. Puluhan aktivis yang menghendaki ditetapkannya Situs Biting menjadi Cagar Budaya Nasional, pernah menggelar aksi di DPRD Lumajang.

Dengan aksi jalan mundur, mereka menyampaikan rasa keprihatinan karena lokasi Situs Biting sebagian menjadi kawasan hunian. “Kami menyesalkan kenapa pemerintah tidak bergerak cepat melakukan penyelamatan dan menetapkan sebagai wilayah cagar budaya. Akibatnya, sebagian berubah menjadi kawasan pemukiman,” kata Akhmad Mustofa Jamil, salah satu aktivis.

Sementara itu, Bupati Lumajang Sjahrazad Masdar dan wakilnya As’at Malik tak menutup mata adanya potensi besar di situs Biting. Sjahrazad sangat berharap peneliti mampu menguak misteri di balik tumpukan batu bata tersebut. Dengan demikian, sejarah bisa disajikan secara lengkap kepada generasi muda, khususnya di Kabupaten Lumajang. “Lumajang harus bangkit lewat sejarahnya yang luar biasa. Kami berharap Situs Biting ini dijaga dengan baik,” kata dia.

Kerajaan Lamajang tak bisa dipisahkan dari sejarah Kerajaan Singosari. Kisah diawali dari Perjanjian Sumenep yang muncul setelah kekalahan Prabu Jayakatwang tahun 1293. Dalam perjanjian ini disepakati pembagian bekas kerajaan Singosari menjadi dua kerajaan. Wilayah Kerajaan Singosari barat meliputi Singosari, Kediri, Gelang-gelang (Ponorogo) dan Wengker, kemudian menjadi Kerajaan Majapahit dengan ibu kota Majapahit.

Sementara wilayah timur menjadi Lamajang Tigang Juru yang meliputi Lamajang, Panarukan, Blambangan, Madura, dan Bali. Ibu kota kerajaan ini adalah Arnon/Kutorenon. Kerajaan ini yang diduga kini menjadi situs Biting.

Lamajang Tigang Juru dipimpin Raja Arya Wiraraja. Dimungkinkan kedua kerajaan itu berdiri secara de jure pada 10 November 1923 Masehi. Raja Arya ditulis sebagai sosok yang yang disegani, bijak, pintar, ahli strategi serta dikenal sebagai arsitek di masa Kerajaan Singosari, Majapahit, hingga Lamajang. (bpd/berbagai sumber)

Komentar Pembaca

  1. Memang generasi muda sekarang harus lebih mengenal dan dikenalkan sejarah masa lalu supaya tidak melupakan sejarah kita yang malah lebih dikenal bangsa lain, karena dari sejarahlah kita lebih bisa menghargai, mengenal, dan memahami para pendahulu kita khususnya sejarah pada zaman-zaman keemasan kerajaan di nusantara ini.

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim