Pasca pemulihan ekonomi dunia dari krisis keuangan dan resesi global, ekonomi dunia dihadapkan kembali pada krisis utang Eropa dan perlambatan ekonomi dunia. Namun begitu, hingga triwulan ke III-2012 Indonesia mampu mencapai pertumbuhan ekonomi nomor dua di Asia dengan pertumbuhan di atas 6 persen.
Pertumbuhan Pembentukan Modal Tanpa Brutto (PMTB) tetap tinggi. Begitu juga dengan pertumbuhan industri pengolahan non-migas tumbuh lebih tinggi dari pada pertumbuhan ekonomi nasional pada TW3 tahun 2012. Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga secara konsisten memberikan sumbangan terbesar pada pertumbuhan ekonomi, menunjukkan daya beli masyarakat tetap terjaga. Hal ini memperlihatkan sumbangan PMTB terhadap pertumbuhan cenderung meningkat.
Sektor Industri pengolahan non-migas memberikan sumbangan terbesar pada pertumbuhan ekonomi. Demikian dipaparkan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas, Armida S. Alisjahbana dalam Editor Forum “Economic Outlook 2013”, yang dihadiri oleh pimpinan redaksi beberapa media Ibukota dan sejumlah wartawan, Senin, (17/12), di Hotel Mandarin, Jakarta. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi diikuti dengan pertumbuhan sektor jasa dan diiringi oleh pertumbuhan tenaga kerja di sektor tersebut. Sejak tahun 2011, kontribusi sektor jasa terhadap total lapangan kerja, lebih besar dibandingkan dengan kontribusi sektor tradable.
“Pada tahun 2011 dan 2012, jumlah pekerja di sektor nontradable tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan di sektor tradable,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas .
Berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF) 2012-2013, Indeks daya saing Indonesia pada tahun 2012-2013 lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011-2012. Dari 12 pilar daya saing, hanya 3 pilar yang mengalami penurunan, yaitu: infrastruktur, kesehatan dan pendidikan dasar, serta efisiensi pasar tenaga kerja.
Ranking Indonesia pada Logistic Performance Index membaik, dengan indeks pada masing-masing komponen yang meningkat. Dari laporan Bank Dunia 2012, peringkat kinerja logistik Indonesia meningkat menjadi peringkat 59, dari peringkat 75 pada 2012 dari total 155 negara.
Realisasi PMA maupun PMDN sektor non migas selama 3 triwulan (Januari-September) 2012 meningkat. Realisasi PMA mencapai USD 18,3 miliar yang berarti meningkat 27.2 % dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011. PMDN mencapai Rp 65,7 triliun atau meningkat 26,4 % dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011 (Rp 52,0 triliun).
Sementara ekspor menurun karena kondisi dunia yang belum stabil. Namun dalam dua bulan terakhir, volume ekspor terlihat dalam trend meningkat, memberikan harapan ke depan yang lebih baik. Volume ekspor yang meningkat terutama berkat tumbuhnya ekspor sektor pertanian terutama didorong oleh meningkatnya ekspor: ikan dan udang; kakao; kopi, teh, dan rempah-rempah dan minyak nabati. Kenaikan impor lebih banyak disebabkan oleh barang-barang non-konsumsi.
Dalam tiga bulan terakhir, impor (baik nilai maupun volume) dalam trend yang meningkat. Impor barang konsumsi mengalami penurunan, sebaliknya impor bahan baku dan barang modal mengalami peningkatan. Sumber pertumbuhan impor terbesar berasal dari impor bahan baku.
Dengan komitmen dan konsistensi untuk melaksanakan berbagai program kegiatan yang telah direncanakan dalam Jangka Panjang, Jangka Menengah, serta Jangka Pendek, serta dengan berbagai kebijakan dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah dan menghadapi tantangan, perekonomian Indonesia dalam tahun 2013 masih akan menunjukkan kinerja yang menggembirakan.
Dalam tahun 2013, ekonomi AS dan Eropa tetap dihadapkan pada proses penguatan fiskal dan pemulihan ekonominya, termasuk melalui kebijakan moneter yang tidak ketat. Dengan demikian nilai tukar dolar AS dan Eropa cenderung masih melemah terhadap mata uang Asia. Nilai tukar rupiah dalam jangka panjang kembali akan mencerminkan nilai riil dengan perbedaan inflasi antara Indonesia dan AS. Karena inflasi Indonesia lebih tinggi dari inflasi AS, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar seharusnya melemah. Namun kecenderung pelemahan nilai tukar Dolar AS karena pemulihan ekonomi yang masih terus berlangsung akan menutupi perbedaan antara inflasi US dan Indonesia.
Oleh sebab itu nilai tukar Rupiah nominal terhadap Dolar AS diperkirakan cendrung tetap stabil. Dengan relatif stabilnya nilai tukar nominal, tingkat inflasi akan dipengaruhi oleh dorongan permintaan agregat serta harga komoditi dunia yang secara bertahap meningkat.
Dengan mempertimbangkan harga komoditi bahan pokok yang normal dan nilai tukar yang cenderung stabil, inflasi pada tahun 2012 diperkirakan masih sebesar 5,3%. Sasaran pertumbuhan yang cukup tinggi pada tahun 2013 yang bersifat mendorong inflasi akan diimbangi dengan langkah-langkah untuk meningkatkan stabilitas harga di dalam negeri termasuk harga komoditi pokok.
Dengan demikian pada tahun 2013 inflasi diperkirakan sebesar 5%. Suku bunga acuan (SPN 3 bulan) tetap dijaga pada suku bunga riil 1-2 persen di atas inflasi dengan suku bunga nominal sama dengan suku bunga riil ditambah dengan ekspektasi inflasi. Penetapan suku bunga acuan disesuaikan dengan situasi keuangan global maupun perkembangan harga-harga dalam negeri.
(Sumber: Bappenas.go.id)