Buah Impor Rp 4 T Banjiri Jatim

ilustrasi

Impor hortikultura ke Indonesia, khususnya Pelabuhan Tanjung Perak, Jawa Timur (sebagai satu-satunya pelabuhan pintu masuk buah dan sayur impor di Pulau Jawa,Red) bakal makin tak terkendali. Sebab, janji pengetatan aturan impor oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang berlaku ternyata ‘ompong’.

Pemerintah batal memberlakukan kebijakan kuota impor sayuran dan buah (produk hortikultura), tetapi hanya mengatur melalui rekomendasi impor. Bahkan, di dalam Permedag nomor 60/M-Dag/PER/9/2012 itu importir produsen yang mengimpor bahan baku, tidak perlu menggunakan label atau kemasan.

Padahal dalam aturan sebelumnya, pemerintah mewajibkan adanya label berbahasa Indonesia di setiap produk hortikultura kecuali untuk impor tanaman hias. Importir diwajibkan memiliki surat izin impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan. Mereka juga harus memiliki surat rekomendasi impor hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian. Proses selanjutnya, baru diberikan surat persetujuan ekspor yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan.

“Memang bukan mengenai kuota impor, jadi banyak yang diatur. Tujuanya untuk memonitor pelaksanaan impor untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Ini akan diberlakukan pada 28 Spetember 2012,” ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh pagi tadi.

Padahal, menurut data Kementerian Pertanian (Kementan), nilai buah-buahan impor tercatat Rp3,7 triliun atau setiap bulannya mencapai Rp 308 miliar. Dalam lima tahun terakhir, impor buah-buahan di dalam negeri cenderung meningkat dibandingkan produksi dalam negeri yang berkisar 7%.

Untuk diketahui, produk hortikultura impor hanya boleh masuk ke empat pintu yakni Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya; Pelabuhan Soekarno Hatta, Makassar, Pelabuhan Belawan, Medan dan Bandara Soekarno-Hatta Tangerang. Artinya untuk Pulau Jawa, buah impor akan terpusat di Jatim.

Dia mengharapkan seluruh instansi seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Ditjen Bea dan Cukai serta importir sudah siap melaksanakan aturan itu, karena aturan itu sudah ditunda sejak 15 Juni 2012.

Permendag No. 30/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura direvisi menjadi Permendag No. 60/2012 yang baru ditandatangai pada 21 September, sedangkan Permentan No. 3/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura direvisi menjadi Permentan No.60/2012 yang ditandatangi pada 24 September 2012.

Kebijakan ini berbeda dengan kebijakan pengetatan pintu masuk impor hortikultura yang sudah berlaku sejak 19 Juni lalu.

Deddy menjelaskan importir yang mengapalkan sayur dan buah impor mulai 28 September harus sudah terdaftar sebagai IT dan IP.”Kalau dikapalkan sebelum 28 September maka tidak perlu IT maupun izin impor. Sesudah 28 September harus IT dan izin impor.”

Namun, importasi hortikultura, katanya, belum diwajibkan untuk verifikasi maupun wajib label sampai dengan 60 hari sejak 28 September. Oleh karena itu, wajib verifikasi dan label baru diberlakukan pada 28 November 2012.

Dalam aturan yang baru itu juga disebutkan, bahwa pelaku usaha ritel tidak lagi diizinkan mengimpor secara langsung. Pelaku ritel harus mengimpor melalui distributor yang ditunjuk oleh importir.

Sementara, menurut pantauan di lapangan belum ada kenaikan buah impor signifikan di Tanjung Perak.“Kok saya nggak lihat ya ? Masih biasa kayak biasanya,” ujar seorang pekerja di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

Senada dengan itu, Public Relation (PR) PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS), Muchammad Solech mengatakan, sejauh ini, pihaknya belum mendapati kecurigaan yang berlebihan terhadap masuknya barang impor jenis hortikultura di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Meski demikian, pihaknya tetap melakukan pengawasan intens secara internal dan eksternal. “Karena ini tanggung jawab,” katanya.

Sementara, Humas PT Pelindo III Surabaya, Edi Priyanto mencermati peluang menumpuknya produk hortikultura impor di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.Menurut Edi, pihaknya kini telah menyiapkan, penambahan investasi untuk menampung kedatangan produk tersebut berupa reefer plug dan Container Yard (CY). Bahkan, pihaknya sudah menyiapkan dua dermaga penyangga untuk penumpukan produk hortikultura di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. “Utamanya, kami tetap memantau arus importasi,” katanya.

Ia menjelaskan, dua dermaga yang disiapkan sebagai lapangan penumpukan. Keduanya masing-masing di Terminal Petikemas Surabaya (TPS) dan Terminal di Dermaga Berlian. “Lokasi TPS berada di CY-nya dengan kapasitas plug 612 plug dengan kapasitas CY sebesar 1.400 Teus. Kalau yang di Berlian lokasi reefer plug berada di Nilam (dermaga Nilam, red),” cetusnya.

Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadisperindag) Jatim, Budi Setiawan mengaku kurang sepakat dengan kebijakan pemerintah pusat membuka terminal buah impor ke pelabuhan Tanjung Perak. Menurutnya, akan jauh lebih tepat jika keputusan penempatan masuknya hortikultura, khususnya buah impor di daerah kepulauan. “Sehingga ketika masuk ke Jatim harganya bisa bersaing ?” ingatnya.

Budi juga mengungkapkan, sebaiknya impor holtikultura berjalan seperti biasanya. Hanya saja, izin bongkar yang dikeluarkan Gubernur diberlakukan kepada para importir. “Ya mulai hari ini pemberlakuannya,” kata Budi.

Dijelaskan, surat izin importasi dari Menteri Perdagangan sebelum tanggal 28 September 2012 ini tidak akan berlaku. Ia juga meminta, agar bongkar muat harus dilakukan di kapal untuk mengurangi resiko bocornya buah impor di Jawa Timur. “Petani kita yang dirugikan kalau ini tidak diawasi secara ketat. Seperti apa nasib petani holtikultura kita kalau tidak ada pengawasan ?” harap Budi.

Data berbeda diungkapkan, Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian, Banun Harpini. Dia mengatakan kontainer produk hortikultura impor yang masuk ke Surabaya meningkat 30 persen daripada biasanya. “Sebelum Tanjung Priok ditutup, Surabaya melayani rata-rata 60 kontainer. Sekarang sudah mencapai 100 kontainer,” kata Banun. Pelabuhan lain yang dipilih sebagai pintu masuk, belum mengalami kenaikan.

Kebanyakan importir, menurut Banun, mengalihkan barang lewat Surabaya karena dianggap lebih mudah untuk proses distribusi, terutama untuk tujuan wilayah timur Indonesia seperti Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Makassar. “Distribusi tidak ada masalah. Tapi ada kenaikan harga buah impor sejak penutupan Tanjung Priok,” ujarnya.

Di Tanjung Priok, semula terjadi penurunan kontainer hortikultura hingga 70%. Namun, kondisi berubah karena empat negara telah memiliki Country Recognition Agreement (CRA) dengan Indonesia. Barang-barang yang berasal dari empat negara tersebut diperbolehkan masuk lewat Tanjung Priok, sehingga pengurangan kapasitas impor hortikultura di Tanjung Priok hanya 50%. surabaya post online

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim