6 Kontraktor Migas Tidur Lelap

ilustrasi

Upaya peningkatan produksi minyak dan gas (migas) di wilayah Jawa Timur (Jatim) terus dimaksimalkan. Meski demikian, masih ada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang sudah mendapatkan kontrak eksplorasi yang tidak melaksanakan komitmen untuk melakukan eksplorasi.

Data Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Perwakilan Jawa, Bali dan Nusatenggara menunjukkan, dari 30 KKKS yang mendapatkan kontrak untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi di 30 blok di Jatim, sedikitnya ada enam KKKS yang tidak melaksanakan komitmen eksplorasi sesuai perjanjian.

“Ada beberapa KKKS di wilayah kerja kami di Jatim yang tidur terlelap sejak mereka mendapatkan kontrak, sebagian besar mereka adalah yang mendapatkan kontrak di blok yang berada di wilayah offshore,” ujar Kepala BP Migas Jabanus, Elan Budiantoro ketika ditemui kabarbisnis.com di kantornya, Surabaya, Selasa (24/7/2012).

Keenam KKKS tersebut adalah, Insani di blok Alas Jatim wilayah Cepu, Lapindo di blok Brantas wilayah Sidoarjo, CJSC Sintez di blok East Bawea In, Bumi Hasta & Fortune di blok Mandala wilayah Utara Ketapang Madura, Petro Java di blok Nort Kangean dan Mitra Energy di blok Sibaru wilayah Utara Kangean.

Belum beroperasinya keenam KKKS tersebut menurut Elan disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya karena problem internal perusahaan, khususnya di sektor pendanaan atau investasi. “Dulu kan banyak investor yang mengikuti uforia maraknya bisnis minyak. Mereka beranggapan bisnis minyak cukup menggiurkan, dan mereka tidak tahu kalau dalam bisnis ini tidak mudah dan dibutuhkan investasi yang tidak sedikit,” ujarnya.

Selain itu, ada juga yang terkendala problem peralatan, khususnya Rig. Kondisi ini disebabkan diberlakukannya asas cabotage yang mengharuskan kapal yang berada di wilayah Indonesia harus berbendera Indonesia. Sementara fasilitas Rig dalam aturan tersebut dikategorikan kapal yang juga harus berbendera Indonesia. “Inilah yang mengakibatkan perusahaan seismik enggan memarkirkan peralatan Rig mereka di Indonesia karena takut melanggar,” tekan Elan.

Sementara alasan lain tidak beroperasinya KKKS menurutnya adalah problem regulasi. Dimana, ketika KKKS bekerja di onshore, akan bersinggungan dengan otonomi daerah terkait Peraturan Daerah (Perda) yang diberlakukan. “Ada beberapa Perda yang diberlakukan berkonflik dengan peraturan yang lebih tinggi. Seperti Perda Bojonegoro nomor 23,” katanya.

Sebenarnya, lanjut Elan, kontrak tersebut berlaku hingga enam tahun dan bisa diperpanjang hingga 10 tahun. Namun, ada beberapa konsekuensi yang harus ditanggung ketika komitmen selama tiga tahun tidak dipenuhi. “Mereka akan terkena pinalty dan harus menambah luas area yang dilepas atau diserahkan ke negara dari yang semula 20% menjadi 35%,” ungkapnya.

Jika hingga enam tahun mereka masih saja tidak bekerja sama sekali, maka mereka tidak akan mendapatkan hak untuk melakukan perpanjangan kontrak hingga 10 tahun. “Dalam arti kata, mereka harus menyerahkan seluruhnya ke negara dan harus membayar ke negara sebesar investasi yang dijanjikan,” katanya. kabarbisnis.com

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 5658. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim