Dana Bagi Hasil Migas Terancam Lenyap

ilustrasi: republika.co.id

Dana bagi hasil (DBH) sektor minyak dan gas (migas) untuk Provinsi Jatim tahun ini sekitar Rp 126 miliar terancam melayang, menyusul diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 51/2011 tentang pencabutan Permendagri No.8/2007 tentang Jatim sebagai daerah penghasil sumber daya alam (SDA) sektor Migas.

Dengan keluarnya aturan itu, pada tahun anggaran 2012 ini, Jatim terancam tidak mendapatkan lagi dana bagi hasil SDA khususnya dari sektor Migas.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Pemprov Jatim, Dewi J Putriatni mengakui jika pihaknya telah menerima salinan Permendagri No.51/2011. Namun implikasi dari aturan tersebut bukan berarti membuat Pemprov Jatim tidak lagi mendapat dana bagi hasil Migas. Pasalnya, yang dicabut sebagai daerah penghasil Migas itu hanya di lima wilayah kerja, sedangkan yang lain tidak.

“Itu hanya berlaku untuk lima wilayah kerja saja. Jadi Provinsi Jatim masih tetap menerima Dana Bagi Hasil Migas,” kata Dewi, Senin (7/5/2012).

Diakuinya, besaran dana bagi hasil Migas menjadi kewenangan pemerintah pusat yang dibahas bersama Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan dan Ditjen Migas Kementerian Energi.

“Setiap dua bulan, Pemprov Jatim dan pemkab/pemkot daerah penghasil migas diundang Dirjen Migas untuk dijelaskan berapa dana bagi hasil yang diterima. Tiap daerah biasanya diwakili Dispenda, Dinas ESDM, dan Biro Perekonomian,” ungkap Dewi.

Anggota Komisi D DPRD Jatim, Nizar Zahro menyebut, keluarnya aturan itu merugikan Provinsi Jatim sebagai salah satu daerah penghasil migas. “Untuk itu Jatim harus berjuang keras mengembalikan daerah penghasil migas,” katanya.

Dijelaskannya, sejatinya sejak 2007 MA juga telah mengeluarkan putusan nomor 19P/Hum/2007 yang menyatakan bahwa Permendagri No.8/2007 tidak sah dan tidak berlaku untuk umum. Artinya, sejak 2007 Jatim sudah tidak berhak untuk mendapatkan dana bagi hasil SDA karena sudah keluar keputusan dari MA.

“Perdebatan daerah penghasil migas antara kabupaten/kota dan Provinsi Jatim sudah berakhir sejak dikeluarkannya putusan MA Nomor 19P/HUM/2007 tentang pembatalan Permendagri No.8/ 2007 tentang Provinsi Jatim sebagai daerah penghasil Migas,” kata politisi asal Bangkalan Madura ini.

Dalam Permendagri No.08/2007 tersebut ditetapkan wilayah kerja yang menjadi kewenangan pengelolaan pemprov Jatim, hanya ada di lima tempat. Yakni, wilayah kerja Sampang PSC (Santos), Wilayah kerja Madura Offshore PSC (Santos), wilayah kerja Poleng TAC (Kodeco Energy), wilayah kerja Bawean Blok PSC (Camar Resources Canada) dan Wilayah Kerja Kangean PSC (Energi Mega Persada). Kelima wilayah kerja itu memiliki sekitar 36 sumur atau titik eksplorasi dan eksploitasi.

Dengan kenyataan itu, lanjut dia, Jatim harus taat hukum dan mau menyerahkan pengelolaan bagi hasil Migas di lima wilayah kerja tersebut kepada kabupaten/kota. Sehingga hak-hak yang seharusnya diterima daerah penghasil migas, seperti potensi pendapatan asli daerah dari dana bagi hasil Migas, Pajak Bumi Bangunan (PBB), pembangunan komunitas, dan lain-lain bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakatnya. kabarbisnis.com

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim