Ancaman, Jumlah Petani Akan Susut Lagi 14 Juta KK

Rembug KTNA 2016 di Kalimantan Timur. foto:widikamidi

Suara sumbang masih terus mewarnai masalah pangan nasional. Padi menguning di sawah, Jagung ranum-ranum menanti dipetik, ribuan jenis ikan-ikanan tinggal mengambil dari laut Indonesia seolah tak menyurutkan berbagai langkah kebijakan impor yang membuat seluruh stakeholder pertanian dan perikanan tercengang.

Menyikapi suara sumbang yang makin keras itu, rembuk nasional Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) sekali lagi digelar. Gelaran KTNA 2016 ini berlansung di Samarinda, Kalimantan Timur, 23-26 September 2016.

Rembuk nasional yang menjadi hari istimewa petani dan nelayan ini didedikasikan untuk membahas subsektor pangan sejak proses awal hingga produk hilirnya.

Sekretaris Jenderal KTNA Pusat, M Yadi Sofyan Noor, menegaskan, masalah pangan menjadi pembahasan utama dalam rembuk KTNA ini. Sebab, pangan, merupakan sektor vital bagi kebutuhan negara. Ketahanan pangan juga berimplikasi pada ketahanan nasional.

Permasalahannya, hingga kini, pangan masih terus dihadang problema besar, karena kondisi pangan di Indonesia dianggap belum stabil. Maka dengan rembuk KTNA Nasional kali ini kita berharap bisa mengatasi masalah pangan guna stabilitas pangan nasional.

Menteri Tak Hadir

Hujan deras tiada henti mewarnai pembukaan KTNA Nasional 2016 di Planery Hall Convention Hall Samarinda, Samarinda, Jumat (23/9). Kendati beriring dengan lebatnya hujan pembukaan KTNA tetap berlangsung.

Tidak begitu meriah seperti kala petani dan nelayan berkumpul bersama, dan kursi undangan banyak kosong. KTNA Nasional 2016 resmi dibuka Deputi Bidang Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Koncoro, mewakili Menteri BUMN Rini Soemarno yang batal hadir.

Meski banyak kursi tak terisi, ratusan pengurus kelompok KTNA baik nasional, provinsi maupun kabupaten dan kota menjadi magnit rembuk nasional. Selain melakukan rembuk, perhelatan ini dirangkai dengan KTNA Expo, peluncuran buku tentang KTNA dan Penas serta peringatan HUT ke-45 Tahun KTNA.

Wahyu Koncoro mengungkapkan, Kementeriannya akan terus mendorong keterlibatan BUMN-BUMN, khususnya BUMN yang bidang usahanya terkait langsung dengan kegiatan agro. Masing-masing BUMN perkebunan, pertanian tanaman pangan, perikanan, dan BUMN pupuk yang setiap saat berinteraksi dengan para pelaku utama pertanian.

KTNA ini, kata Wahyu Koncoro, sejatinya sesuai dengan visi dan misi Presiden Joko Widodo. Melalui nawa cita salah satu cita-citanya adalah mewujudkan ketahanan pangan bagi Indonesia. Cita-cita nasional itu juga sangat sesuai dengan tema kegiatan rembuk utama kali ini yang bicara soal kemantapan stabilitas pangan nasional. “Ini berarti diperlukan komitmen dan usaha keras seluruh pemangku kepentingan di sektor pertanian tidak terkecuali BUMN,” kata Wahyu.

Masih menurut Deputi Bidang Agro dan Farmasi Kementerian BUMN itu, pemerintah terus melakukan pendataan bagi para pelaku utama untuk diberikan kartu tani guna mengetahui usaha-usaha tani yang lebih akurat, sehingga mudah untuk menyalurkan program-program pemberdayaan dan bantuan bagi mereka.

Ketua KTNA Pusat, Winarno Tohir, mengatakan, KTNA 2016 ini dirasa istimewa. Pasalnya kegiatan rembuk juga dirangkai dengan peluncuran buku Dari Penas ke Penas sekaligus memperingati HUT KTNA 45 Tahun.

“Rembuk KTNA ini tidak boleh disia-disiakan. Isu-isu terkini pertanian dan nelayan harus direspon. Sementar masalah yang dihadapi para pelaku utama di lapangan juga harus dipecahkan. Maka, mewujudkan swasembada pangan nasional harus didukung seluruh pemangku kepentingan,” ujarnya.

Isu paling terkini yang harus direspon adalah munculnya prediksi 12 tahun mendatang Indonesia akan kehilangan 14 juta KK petani. Melihat kondisi pertanian saat ini maka swasembada pangan yang pernah dienyam Indonesia tahun 1986 memang akan sulit untuk kembali diciptakan.  Berbagai kendala juga dihadapi KTNA.

Sejak zaman Sukarno, kata Winarno Tohir, Indonesia sudah impor pangan, tapi  pada tahun 1986 berhasil swasembada pangan. Bahkan bisa membantu negara lain. Namun sejak tahun itu makin ke depan  produksi tani makin menurun.

Menurut dia, hal ini terjadi  karena adanya 3 hal yang tidak bisa dilakukan KTNA. Yakni  alih fungsi lahan karena menjadi kewenangan pemerintah, begitu pula halnya dengan tata ruang wilayah yang menjadi kewenangan pemerintah daerah dan berkurangnya jumlah petani. Sebab itu dengan makin bertambahnya jumlah penduduk alih fungsi lahan 100 ribu ha/tahun harus distop.

Jumlah petani, dalam 10 tahun, tahun 2003-2013 berkurang hingga 5 juta petani. Data sekarang,  62 persen berada pada usia  di atas 64 tahun. Sementara usia  35-45 tahun hanya 28 persen dan sisanya adalah pemuda. Maka boleh jadi memang 12 tahun ke depan Indonesia memang akan kehilangan  petani sebanyak 14 juta KK jika tidak  dipersiapkan generasi penerus. widikamidi

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim