Gubernur Ingatkan Wabup Tak Campuri Pengelolaan Uang Daerah

Gubernur Jatim H Soekarwo melantik KH Fathul Huda dan Ir H Noor Nahar Husein sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tuban periode 2011-2016, Senin (20/6).

Setelah tertunda satu minggu, akhirnya Gubernur Jatim H Soekarwo melantik KH Fathul Huda dan Ir H Noor Nahar Husein sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tuban periode 2011-2016 di halaman belakang Pemkab Tuban, Senin (20/6) kemarin.

Lebih dari 1.600 undangan yang berasal dari tokoh masyarakat, Kepala Desa (Kades) dan jajaran pejabat pemkab setempat hadir mengikuti proses pelantikan ini. Tampak juga sejumlah tokoh nasional dan Jawa Timur di antaranya Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmy Faishal Zaini, Mantan Ketua DPD Partai Golkar Jatim Ridwan Hisyam, mantan Bupati Tuban H Hindarto, mantan Wakil Bupati Tuban Drs Lilik soehardjono. Sementara mantan Bupati Tuban Haeny Relawati tidak tampak dalam pelantikan tersebut. Sejumlah bupati dari daerah lain juga ikut hadir.

Dalam sambutannya Pak De Karwo menegaskan agar wakil  bupati tidak usah ikut campur dalam mengelola keuangan daerah. Sebab, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Daerah menegaskan yang bertanggung jawab dalam mengelola keuangan adalah bupati, bukan wakil bupati.

Karena dengan ikut campurnya wabup dalam mengelola keuangan itulah, awal terjadinya ketidakharmonisan hubungan bupati dan wabup. “Bahkan, sampai terjadi penyalahgunaan wewenang jabatan yang berdampak buruk bagi pemerintahan,” kata Pakde Karwo.

Mantan Sekdaprov Jatim ini menegaskan, meski sesuai aturan UU  bupati yang bertanggung jawab dalam pengelolaan keuangan, namun wakil bupati idealnya juga diajak bicara. Paling tidak diajak koordinasi dalam memimpin daerah. “Tapi yang bertanggung jawab terhadap masalah pengelolaan keuangan daerah adalah bupati, bukan wakil bupati. Ini yang harus dipahami oleh para wakil bupati, agar tidak terjadi komunikasi yang tidak sehat,” katanya.

Pada bagian lain, Pakde Karwo mengatakan, pertumbuhan ekonomi di Tuban masih relatif rendah dibanding daerah lain di Jatim. Yakni masih sekitar 6,9 persen. Sedangkan angka kemiskinannya juga masih tinggi. Hal itu menjadi bukti jika Tuban masih perlu digarap secara optimal, agar pertumbuhan ekonomi dan angka kemiskinannya menurun.

Sementara Bupati Tuban KH Fathul Huda mengungkapkan pihaknya akan bekerja keras sesuai aturan hukum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Tuban. Bahkan dia tegaskan pula dirinya tidak akan mengambil gaji dari jabatannya sebagai Bupati Tuban, gaji tersebut akan dikembalikan untuk kepentingan masyarakat.

“Akan disiapkan rekening khusus untuk menampung gaji saya sebagai bupati yang akan ditangani Bagian Umum. Jadi prinsipnya saya tidak akan mengambil gaji selama menjabat bupati,” kata Fathul Huda yang juga mantan Ketua PC NU Tuban ini usai pelantikan.

Fathul berjanji dirinya bakal langsung bekerja tanpa ada program 100 hari pertama menjabat. Menurutnya masih banyak pekerjaan di depan mata, jadi tak perlu ada target-target selama 100 hari pertama. “Kita langsung kebut saja, tak ada istilah 100 hari,” tegasnya.

Disharmoni

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengusulkan pemilihan kepala daerah tidak disertai dengan pemilihan wakil kepala daerah. Usul ini disampaikan  karena 85 persen pasangan kepala daerah tidak harmonis.

“Rata-rata dari hasil pantauan, di tahun kedua, kepala daerah dengan wakilnya mulai pecah kongsi,” ujar Gamawan.

Gamawan menyebutkan, hanya 22 kepala daerah dan wakilnya yang kembali mencalonkan diri berpasangan pada pemilihan kepala daerah berikutnya. Menurut data tersebut, Kemendagri menyimpulkan, hanya 15 persen kepala daerah yang harmonis dalam menjalankan tugasnya.

“Dalam kondisi seperti ini berlanjut, staf mau dibawa ke mana?” ujar Gamawan yang pernah menjadi bupati dan gubernur itu.

Dengan cara tersebut, Gamawan mengusulkan, kepala daerah yang terpilih dalam pilkada yang akan mengusulkan wakil kepala daerah.

Wakil kepala daerah yang cenderung memenuhi posisi ini hendaknya dari kalangan profesionalisme dan PNS senior. Mendagri tak berharap wakil kepala daerah dari kalangan politisi karena kepala daerah merupakan wakil partai. Pemikiran ini terkait dengan revisi Undang-Undang No 32 Tahun 2004  tentang Pemerintahan Daerah. Apalagi, kata Gamawan, konstitusi mengatur pemilihan hanya dilakukan terhadap gubernur, bupati dan walikota. (bhi)

Komentar Pembaca

  1. Berita seperti ini merupakan suatu wawasan yang sangat dibutuhkan oleh daerah sekarang ini… Yang ingin saya garis bawahi adalah pernyataan dari bapak menteri dalam negeri “Dalam kondisi seperti ini berlanjut, staf mau dibawa ke mana?”.

    Hal ini merupakan realita yang ada di lapangan yang mana seorang staf hanya butuh kesejahteraan yang layak dan situasi lingkungan kerja yang kondusif.

    Dari kenyamanan kerja ini nantinya pasti muncul kinerja yang baik, perlu diingat oleh semua pihak tanpa adanya kejelasan dari aturan yang ada sekarang serta pelaksanaan yang tidak konsisten dari banyak aturan yang ada ditambah tidak adanya perlindungan hukum yang jelas kepada staf di birokrasi pemkab/kota jika tersandung masalah hukum (sekarang yang ada hanyalah ketakutan dalam melangkah) maka dalam mewujudkan birokrasi yang bermartabat akan menjadi angan-angan belaka… Ini merupakan sedikit uneg-uneg yang ada di tataran staf di daerah kab/ kota.

    Terima kasih.

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim