Daya Saing UMKM Menghadapi AEC 2015

Ilustrasi (image: www.sc.chula.ac.th)

Momen AEC sejatinya bisa menjadi peluang besar untuk memperbesar sayap bisnis pengusaha tanah air utamanya pengusaha skala UMKM. Para pelaku ekonomi di dalam negeri bisa menjual barang atau produk mereka ke seluruh negara ASEAN dengan mudah. Tentu itu bisa dilakukan ketika pelaku usaha tanah air mampu membangun daya saingnya sebagai paparan sebelumnya.

Bahwa untuk memperkuat daya saing UMKM jelas tidak mungkin kalau hanya berharap pada inisiatif dan niat baik UMKM sendiri, tetapi butuh sinergi dengan institusi lain utamanya adalah sentuhan mesra dari perbankan. Oleh karenanya, perbankan harus ikut aktif terlibat dalam skenario pemberdayaan UMKM di tanah air. Keterlibatan secara aktif itu misalnya bisa diwujudkan dengan kesungguhannya dalam menjalankan amanah yang digariskan oleh Bank Indonesia (BI) tentang kewajiban bank nasional untuk mengucurkan kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) minimal 20% secara bertahap. Kewajiban itu tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/22/PBI/2012 pada 21 Desember 2012 yang efektif pada tanggal tersebut. Intinya, bank nasional wajib menyalurkan kredit UMKM minimal 20% dari kredit produktif (kredit modal kerja dan kredit investasi) secara bertahap mulai 2013 hingga 2018.

Hal itu dirinci dalam enam tahapan. Pada 2013 dan 2014, rasio kredit atau pembiayaan UMKM terhadap total kredit atau pembiayaan sesuai kemampuan bank umum pada Rencana Bisnis Bank (RBB). Pada 2015, rasio kredit atau pembiayaan UMKM terhadap total kredit atau pembiayaan paling rendah 5%. Berikutnya, rasio kredit atau pembiayaan UMKM terhadap total kredit atau pembiayaan paling rendah 10% dan 15% masing-masing pada 2016 dan 2017. Pada 2018 dan seterusnya, rasio kredit atau pembiayaan UMKM terhadap total kredit atau pembiayaan paling rendah 20%.

Aturan itu diterbitkan dengan pertimbangan bahwa UMKM memiliki peran yang strategis dalam struktur perekonomian nasional termasuk untuk mendukung pengendalian inflasi. Selain itu, aturan tersebut bertujuan untuk memperkuat peran UMKM dalam struktur perekonomian nasional. Oleh sebab itu, perlu mengembangkan UMKM melalui peningkatan akses kredit atau pembiayaan dari perbankan pada segmen tersebut.

Belajar dari pengalaman, di masa lalu perusahaan-perusahaan milik konglomerat yang diberi hak monopoli ternyata mereka pun terbukti kropos dan amburadul sehingga harus mendapatkan bantuan untuk dapat bertahan dan suvive kembali. Adalah fakta yang kita semua ketahui bahwa ratusan triliun rupiah harus ditanggung rakyat untuk menyelamatkan bank-bank swasta yang saat inipun masih membebani APBN kita. Oleh karena itu, kalau hari ini kebijakan pemerintah berubah haluan untuk lebih berpihak kepada UMKM maka itu sejatinya merupakan langkah yang sangat tepat guna membangkitkan perekonomian bangsa dan negara. Di negara-negara majupun, baik di Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Italia, UKM lah yang menjadi pilar utama perekonomian negara. Keadaan itu hanya mungkin terjadi kalau pemerintah mampu dan mau membangun iklim ekonomi yang sehat bagi pertumbuhan dan persaingan UMKM.

Belajar dari BRI

Sejatinya, keberadaan UMKM merupakan ladang empuk bagi perbankan yang secara serius menggarap potensi ini. Lihat saja bagaimana ‘suksesnya’ kiprah Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai pemimpin pasar (market leader) kredit UMKM. BRI sebagai bank nomor dua menurut total aset setelah Bank Mandiri dengan gagah perkasa sanggup mencetak laba bersih Rp5,01 triliun per triwulan I 2013 atau tumbuh 18% dibandingkan periode yang sama pada 2012. Laba bersih begitu tinggi itu antara lain bersumber dari kredit UMKM yang tumbuh 23% menjadi Rp112,2 triliun atau 31% dari total kredit. Bandingkan dengan bank pesaing BRI yang juga rajin menggarap kredit UMKM. Penyaluran kredit mikro Bank Danamon tumbuh 18% menjadi Rp32 triliun sedangkan laba bersih mencapai Rp1 triliun. Hal ini disusul Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) dengan laba bersih yang meningkat 30% menjadi Rp573 miliar, Harian Kontan (25/4/ 2013).

Bermodal pengalaman yang cukup lama, dan terbukti tangguh dalam kondisi makro ekonomi yang terus berfluktuasi, nampaknya BRI akan tetap berorientasi pada segmen kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Peluang pangsa pasar pada segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih cukup besar. Segmen bisnis UMKM merupakan bisnis historis BRI yang sesuai dengan wong cilik. Terbukti core business tersebut mampu memberikan kontribusi laba yang cukup signifikan kepada BRI. BRI tetap memfokuskan diri pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam pengembangan fungsi intermediasinya. Di samping itu, BRI terus menerus meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan kepada nasabah dengan memberikan fitur-fitur produk yang lebih beragam serta cepat dan akurat.

Dari sisi kualitas UMKM saat ini memang harus ada sinergi dari berbagai pihak karena permasalahan UMKM tidak hanya dari sisi permodalan, tetapi juga pemasaran, sumber daya manusia (SDM), manajemen serta aspek pemanfaatan teknologi produksi dan informasi. Meski demikian, UMKM tetap menjadi lahan yang menarik karena pengalaman membuktikan bahwa UMKM lebih tahan terhadap krisis dan umumnya UMKM lebih patuh dalam pengembalian pinjaman. Menarik kiranya belajar dari strategi BRI dalam mencapai goal tersebut yakni dengan mengembangkan dan meningkatkan usaha yang bersinergi dengan fokus pada bisnis mikro, ritel, dan menengah melalui jaringan yang luas dan didukung oleh IT yang mutakhir dan SDM yang profesional serta melaksanakan praktik risk management dan Good Corporate Governance (GCG).

Penyaluran kredit UMKM menggunakan distribusi channel yang ada, yaitu unit, kantor cabang pembantu, dan kantor cabang. Sebagaimana bank dengan distribusi channel yang terluas diharapkan akan lebih mendekatkan UMKM atau market dengan BRI. Selain UMKM yang telah bankable, BRI juga telah melakukan upaya-upaya untuk membantu UMKM yang belum bankable, karena mereka adalah calon-calon nasabah potensial bagi BRI. Program pembinaan terhadap ‘embrio’ UMKM ini dilakukan melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Pembinaan yang dilakukan meliputi aspek manajemen dan pemasaran. Setelah mereka menjadi bankable barulah diajak bergabung di BRI Unit. Dengan demikian, kedua belah pihak mendapat keuntungan, baik itu nasabah ataupun BRI.

Singkatnya, UMKM adalah salah satu motor pengerak ekonomi nasional. UMKM penting dilindungi dan dikembangkan lebih besar untuk menopang pertumbuhan ekonomi masyarakat. Penguatan UMKM mutlak dilakukan sebelum diberlakukannya AEC 2015. Kita ingin melihat UMKM nasional mampu menjadi tuan di negeri sendiri dan menjadi tamu terhormat di negeri orang.

(Wahyu Kuncoro SN, Wartawan Harian Bhirawa)

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim