Empat Konflik Perbatasan di Jatim

ilustrasi : Suarasurabaya.net

Konflik perbatasan antar pemerintahan daerah di Jawa Timur bukan hanya terjadi antara Pemkab Blitar dan Pemkab Kediri yang memperebutkan Gunung Kelud. Tercatat ada 3 konflik perbatasan di Jatim yang satu diantaranya terjadi di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Yang pertama adalah konflik perebutan Kawah Ijen antara Pemkab Banyuwangi dan Pemkab Bondowoso. Selama ini Kabupaten Bondowoso yang mendapat keuntungan dari Kawah Ijen lewat pajak dan retribusi pertambangan belerang di sana. Sementara itu Kabupaten Banyuwangi juga merasa memilik kawah ijen karena letak kawah yang memang berada di perbatasan. Selain itu adanya jalan akses ke kawah Ijen dari Banyuwangi juga jadi dasar Kabupaten Banyuwangi mengklaim kepemilikan kawah Ijen.

Kementerian Dalam Negeri dan Pemprov Jawa Timur sejak tahun 2010 sudah mengirimkan Tim Penegas Batas Wilayah tapi hingga kini belum ada keputusan tegas tentang garis batas di Kawah Ijen.

Suprayitno Kepala Biro Pemerintahan Pemprov Jawa Timur pada suarasurabaya.net mengatakan dalam waktu dekat pihaknya akan turun ke lapangan untuk melakukan survey sebelum diambil keputusan tentang penegasan garis batas wilayah oleh Menteri Dalam Negeri.

Kedua, konflik antara Kabupaten Rembang di Jawa Tengah dan Kabupaten Tuban di Jawa Timur. Konflik ini memperebutkan galian tambang pasir kuarsa. Mulanya kegiatan penambangan dilakukan di wilayah Kabupaten Rembang, tapi lambat laun aktivitas ini merambah ke wilayah Tuban. Kegiatan ini sempat memicu penolakan dari sebuah Desa di Kabupaten Tuban hingga akhirnya kegiatan penambangan itu sementara dihentikan.

Ketiga, konflik antara Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri memperebutkan Gunung Kelud. Konflik ini terjadi setelah letusan Gunung Kelud akhir tahun 2007 lalu. Letusan yang melahirkan kubah lava di kepundan Gunung Kelud itu ternyata jadi daya tarik wisata menarik.

“Selama ini akses ke puncak Kelud memang hanya bisa dilalui lewat Kediri, meskipun saat letusan, dampaknya pasti juga ke Blitar,” kata Suprayitno.

Ditegaskan Suprayitno, hingga kini belum ada keputusan bersifat final tentang garis batas Gunung Kelud karena masih ada 3 tahapan yang belum dipenuhi sebelum Menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan. Karena itu menurut Suprayitno, gugatan yang dilayangkan Pemkab Blitar jadi terkesan prematur.

Bulan Maret mendatang, Pemprov Jawa Timur bersama Kemendagri dan Bakorsurtanal akan melakukan survey lapangan ke Gunung Kelud untuk menegaskan garis batas Gunung Kelud.

Untuk menuntaskan konflik perbatasan yang terjadi di Jatim ini, kata Suprayitno, pihaknya akan menawarkan sistem bagi hasil pajak daerah. Sistem ini sebenarnya sudah berlaku pada Gunung Bromo yang bisa dilewati dari Pasuruan maupun Probolinggo.

“Untuk Gunung Kelud, bisa juga Pemkab Blitar nantinya membangun akses menuju puncak sehingga kawasan kaki Kelud di Blitar bisa berkembang dan membawa manfaat buat masyarakat dan Pemkab Blitar,” jelasnya.

Menurut Suprayito, merebaknya konflik perbatasan lebih karena perebutan sumber-sumber daya yang ada di perbatasan untuk menambah penghasilan asli daerah. “Otonomi daerah memang mengakibatkan setiap daerah berlomba untuk meningkatan pendapatan asli daerahnya. Pemprov Jatim sejauh ini hanya berperan sebagai fasilitator saja agar konflik itu tidak kian merebak. Toh kita masih tinggal di wilayah NKRI,” kata Suprayitno.
Sementara itu ada pula konflik soal pulau di Jawa Timur yang belum sempat terungkap yaitu soal kepemilikan pulau Karang Jamuang di depan perairan Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) yang disengketakan kepemilikan antara Pemkab Gresik dan Pemkab Bangkalan. SP/Ist

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim