Warga Gililabak Tuntut PT Santos

ilustrasi:surabayapost online

Warga Pulau Gililabak, Desa Kombang, Kecamatan Talango, Kepulauan Poteran, Kabupaten Sumenep mendesak PT Santos (Madura Offshore) Pty Ltd agar wilayahnya dimasukkan dalam daerah dampak eksploitasi migas Blok Maleo.

Pulau Gililabak yang dihuni 44 kepala keluarga (KK) atau sekitar 105 jiwa penduduk dengan luas lima hektare (ha) merupakan pulau tersendiri dan secara wilayah administrasi pemerintahan masuk RT 5, Dusun Lembana, Desa Kombang.

Kepala Desa Kombang, Kholik mengatakan, bila ditarik lurus, Pulau Gililabak lebih dekat dibanding Pulau Giliraja, Kecamatan Geligenting. Namun, selama ini warga Pulau Gililabak tidak pernah mendapat kompensasi sebagai daerah dampak dari Blok Maleo itu. “Jarak Pulau Gililabak itu sekitar 2,6 mil ke lokasi Blok Maleo. Sedangkan Pulau Giligenting itu sekitar 2,7 mil laut. Dari jarak saja sudah jelas, Pulau Gililabak lebih dekat. Tapi kenapa tidak masuk dalam dampak eksploitasi migas itu,” kata Kholik usai melakukan pertemuan di ruang Komisi B DPRD Sumenep.

Selama ini, kata dia, warga nelayan Pulau Gililabak sangat terganggu dengan aktivitas PT Santos di Blok Maleo. Lokasi pencarian ikan dikuasai PT Santos. Padahal, di daerah PT Santos itu banyak karang yang menjadi rumah ikan. “Ketika ada aktivitas PT Santos, maka nelayan Pulau Gililabak harus mencari lokasi lain,” terangnya.

Pada tahun 2011 lalu, pihaknya menerima dana sebesar Rp 50 juta dari pemerintah daerah yang diambilkan dari dana community development (CD). Itupun hanya ala kadarnya, sebab belum masuk dalam peta wilayah terdampak PT Santos. “2012 ini, kami menuntut pada pemerintah dan PT Santos agar dimasukkan daerah terdampak dan mendapatkan ganti rugi maupun program lain dari PT Santos yang setimpal,” tegasnya.

Kepala Kantor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumenep, Suprayogi mengatakan, untuk melakukan penambahan daerah terdampak, perlu ada proses dan harus duduk bersama antara pemerintah daerah, PT Santos serta pihak lain yang berkompeten. “Pulau Gililabak bisa saja dimasukkan dalam wilayah terdampak, namun perlu ada proses,” terangnya.

Sementara itu, Humas PT Santos, Hamim Tohari membenarkan, jika Pulau Gililabak tidak masuk dalam dukomen wilayah terdampak. “Memang tidak masuk. Tetapi, bukan berarti PT Santos tidak peduli dengan nelayan Pulau Gililabak. PT Santos selalu terbuka dan diharapkan perubahan atau penambahan daerah terdampak tetap melalui prosedur. Selama ini, hanya mengacu pada dokumen yang ada,” tandasnya.

Ketua Komisi B DPRD Sumenep, Bambang Prayogi bakal mengagendakan untuk membicarakan masukan dan tuntutan warga Pulau Gililabak. “Semuanya bisa dilakukan selama warga dan pemerintah bisa duduk bersama. Kami akan segera mengagendakan pertemuan dengan semua pihak, terutama dari SKPD yang berkompeten,” janjinya.

Menurut dia, banyak hal yang perlu dicarikan solusi, baik itu yang menyangkut Dana Bagi Hasil (DBH) Blok Maleo yang belum masuk APBD Sumenep serta persoalan lain yang dirasakan langsung oleh masyarakat nelayan. “Ini perlu waktu dan proses, sehinggga semuanya ada solusi untuk kebaikan masyarakat Sumenep kedepan,” ungkapnya.

2012, TSB Berproduksi

Kekayaan Minyak dan Gas (Migas) yang masuk wilayah Kabupaten Sumenep kembali akan berproduksi pada tahun 2012 ini. Pihak Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) menargetkan pasokan gas tersebut mencapai 300 MMscfd (million metric standard cubic feet per day) dari lapangan Terang Sirasun Batur (TSB) yang dioperasikan oleh Kangean Energy Indonesia Ltd.

“Tahun ini, TSB akan berproduksi. Kemampuan produksinya diperkirakan mencapai 300 MMscfd perhari,” kata Hadi Prasetyo, Kepala Perwakilan BPMigas Wilayah Jawa Timur, Papua, dan Maluku (Japalu), usai melakukan pertemuan dengan masyarakat Sumenep di kantor DPRD, jalan Trunojoyo, Selasa (23/1) siang.

Dia mengharapkan, Terang Sirasun Batur (TSB) yang akan segera berproduksi kebutuhan Migas di Jawa Timur mampu terpenuhi. Sebab, eksploitasi yang dilakukan Kangean Energy Indonesia Ltd di Pagerungan sudah hampir habis. “Sumber Migas yang baru itu akan menjadi alternatif kebutuhan migas di Jatim,” terangnya.

Selain itu, PT Santos (Madura Offshore) juga dalam proses pengeboran. Ladang baru di selat Madura tersebut menjdi harapan besar masyarakat Jawa Timur. Untuk itu, jika ada persoalan yang perlu diluruskan, maka pihaknya akan menfasilitasi.

Dia mencontohkan, selama ini banyak keluhan soal dampak aktivitas eksploitasi Migas yang diajukan para nelayan. Perusahaan yang melakukan aktivitas tentunya akan mematuhi terhadap aturan dan dokumen yang ada. “Jika perlu penelitian independen, saya siap menfasilitasi. Bahkan, biaya penelitian pun saya akan tanggung,” ujarnya.

Informasi atau pengaduan dari nelayan soal rumput laut yang rusak dan diduga karena aktivitas eksploitasi migas, juga perlu ada penelitian terlebih dahulu. Maka, baru ada solusi yang dapat dipertanggungjawabkan secara obyektif dan ilmiah.

“Tapi, saya yakin semua perusahaan tidak akan melakukan aktivitas yang merugikan atau berdampak pada warga sekitar. Sebab, semua perusahaan itu takut bermasalah dengan sahamnya di New York. Kalau bermasalah, bisa jadi sahamnya itu habis,” urainya. surabayapost online

Komentar Pembaca

  1. kami warga dusun lembana desa kombang kec talango, sangat bangga dengan hadirnya pt santos di desa kami.
    namun kami mohon pt santos peduli dengan lembaga pendidikan yang ada di desa kami
    sekian, terima kasih

    madriyani

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim