Ilustrasi (Foto:https://ews.kemendag.go.id)
Pengamat ekonomi menilai tingginya harga sapi tidak hanya disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi secara makro, tetapi juga terbatasnya infrastruktur di Indonesia serta masih adanya pungutan liar.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Airlangga Achmad Sjafii mengatakan terjadi ketidakseimbangan antara ketersediaan produk dengan permintaan masyarakat.
Saat ini, lanjut dia, kelompok masyarakat kelas menengah tumbuh pesat, sehingga permintaan akan daging sapi juga meningkat. Namun, hal itu tidak menjadi satu-satunya alasan harga sapi terus meningkat.
“Saya melihat kenaikan harga sapi itu tidak semata-mata karena demand dan supply, tetapi biaya distribusi dan transportasi cukup tinggi. Daging sapi yang diimpor dari New Zealand ke Jakarta lebih murah dibandingkan dari Nusa Tenggara Barat ke Jakarta, karena logistik belum memadai. Jadi ada faktor situasi geografis, transportasi, dan masih adanya pungutan-pungutan liar,” jelasnya, Jumat (8/1).
Selain itu, dia juga menilai struktur pasar daging di Indonesia ini bersifat oligopoli, yakni pemainnya tidak banyak, sehingga dapat mempermainkan harga. Oleh karena itu, dia juga menilai Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) perlu untuk berperan aktif mengawasi hal tersebut.
“Saya juga merekomendasikan adanya intervensi dari KPPU, sehingga pemain tidak semudah itu memainkan harga di konsumen,” ungkapnya.
Namun, dia juga mengkritik pemerintah untuk merapihkan data atas ketersediaan sapi dan kebutuhan masyarakat. Karena, lanjut dia, data yang ada tidak sesuai dengan realita di lapangan.
(Sumber: bisnis-jatim.com)
