Tebu Makin Tersingkir

ilustrasi: kompas.com

Penunjukan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia sebagai importir gula mentah makin menyingkirkan tebu sebagai bahan baku. Kebijakan ini secara perlahan akan menggerogoti pasar gula lokal sehingga petani semakin rugi.

Demikian dikemukakan Ketua Asosisasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil di Surabaya, menanggapi keputusan Kementerian Perdagangan yang menunjuk PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sebagai importir gula mentah.

“Kebijakan itu justru menyulitkan pemerintah mengontrol impor gula mentah yang justru akan membanjiri pasar sehingga harga gula lokal semakin murah,” katanya.

Membanjirnya gula di pasar domestik, ungkap Arum, tidak bisa dihindari meski volume gula mentah yang diimpor sudah dibatasi. Kementerian Perdagangan telah melanggar aturan Menperindag Nomor 527 Tahun 2004, yang hanya mengizinkan importir produsen yang melakukan impor gula mentah.

Bahkan, menurut dia, jika diberikan kepada PT PPI, impor sangat rawan diselewengkan dan kebijakan ini bisa memusnahkan petani dan industri gula berbahan baku tebu. Pabrik gula yang dikelola PTPN akan memilih mengolah gula mentah ketimbang tebu rakyat. Secara perlahan, tebu rakyat akan tersingkir.

Secara terpisah, Ketua Kompartemen Manajemen Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI) Adig Suwandi menambahkan, di tengah optimisme kenaikan produksi hasil giling 2012 pada Juni mendatang, petani dan pabrik gula (PG) berbahan baku tebu perlu mewaspadai kemungkinan turunnya harga gula.

Penyebabnya, stok gula dunia melimpah menyusul kenaikan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju konsumsi. Status Indonesia sebagai produsen sekaligus pengimpor gula menjadikan perubahan harga di pasar global akan berdampak signifikan terhadap terbentuknya harga domestik. Selain pertimbangan stok dari produksi dalam negeri, pedagang cenderung berpedoman pada harga dunia sebagai referensi saat mereka membeli atau menjual gula.

Menurut Adig, menghadapi kemungkinan tersebut, pengendalian stok harus dilakukan secara cermat. Selain pencegahan masuknya gula rafinasi ke pasar eceran, juga harus menjadi komitmen negara terkait perlindungan produksi berbasis sumber daya lokal. Pencegahan ini penting mengingat impor gula kristal mentah untuk bahan baku industri gula rafinasi mendapatkan fasilitas keringanan bea masuk 0-5 persen.

Padahal, jika mengimpor gula mentah untuk optimalisasi kapasitas, PG berbahan baku tebu wajib membayar bea masuk Rp 550 per kilogram. Harga gula dunia yang lebih murah berpotensi mendorong pabrikan gula rafinasi cenderung menggunakan gula mentah.

Menariknya harga gula masih menjadi motivator petani untuk menanam tebu dan melakukan praktik pertanian terbaik. Iklim tersebut harus dijaga agar program swasembada gula bisa direalisasikan. kompas.com

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim