Negara Harus Mengintervensi Pertanian

Dr H Soekarwo, M.Hum

Kita bisa mencapai negara swasembada. Caranya, negara harus mengurus mulai dari on farm hingga out farm pertanian.

Negara, dalam hal ini pemerintah, harus mengintervensi pertanian. Intervensi ini adalah untuk untuk mewujudkan kemandirian pangan. Intervensi tersebut melalui regulasi, strategi, dan inovasi yang tepat. Regulasi dan strategi yang berpihak kepada petani dan nelayan. Dengan semua perangkat itu swasembada pangan akan tercapai.

Petani dan nelayan juga semakin meningkat kesejahteraannya. Kita bisa mencapai negara swasembada. Caranya, negara harus mengurus mulai dari on farm hingga out farm pertanian.

Strategi pertama yang diterapkan adalah dengan mendirikan bank perkreditan. Bank yang khusus bagi petani, yakni Bank Tani. Bank didanai oleh APBD. Jawa Timur sudah memulai rencana ini dan bank tersebut mulai beroperasi pada 2015.

Bank Tani tersebut fokusnya adalah memberikan kredit ringan bagi petani. Hanya sebesar 6% setahun. Jaminannya melalui Jamkrida dan diasuransikan oleh Pemda. Bank ini menjamin petani untuk bercocok tanam. Bank ini juga linked program dengan bank-bank lain. Di level provinsi akan membangun kerjasama dengan pemkab/kota untuk memberikan kredit bagi petani. Jadi ketika petani panen gabah kering, jangan dijual dulu. Bank akan meberikan modal agar petani bisa mengolahnya sehingga punya nilai tambah.

Strategi tersebut diperkuat oleh regulasi. Tujuannya adalah untuk melindungi harga produk hortikultura lokal. Yakni Pergub No. 2 Tahun 2013 yang mengatur impor barang-barang pertanian. Pergub tersebut melarang barang-barang impor diperdagangkan saat musim panen tiba.

Regulasi tidak melarang impor barang, tetapi ketika musim panen tiba, maka garam, bawang merah, beras, dan barang-barang pertanian impor lainnya harus dimasukkan ke dalam gudang lalu disegel. Ini harus diterapkan, kalau tidak, mati petani kita. Jangan biarkan liberalisasi menghancurkan petani. Sebab itu negara wajib membela mereka melalui regulasi yang tepat.

Kemudian, untuk efisiesi pasca panen, petani menggunakan alat combine harvester. Alat tersebut memungkinkan padi masih dapat dipanen walaupun roboh saat proses pemanenan. Dengan cara konvensional, saat memotong padi dan di-sub, kemungkinan rontok atau lost-nya sebesar 12%. Dengan alat ini, mampu mengurangi rontoknya hingga hanya 2%. Artinya bisa menaikkan produksi atau efisiensi sebesar 10%.

(Disarikan dari pidato Gubernur Jawa Timur, Dr. H. Soekarwo saat membuka Rembug Utama Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional XIV 2014 di Pendopo Kepanjen, Kabupaten Malang.)

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim