Neraca Perdagangan Defisit

ilustrasi

Neraca perdagangan Jawa Timur tahun lalu mengalami defisit. Tercatat, nilai ekspor Jatim pada November 2011 sebesar Rp 16,2 triliun, sementara nilai impornya lebih tinggi, yakni sebesar Rp 17,7 triliun. Secara kumulatif antara Januari hingga November 2011, nilai ekspor Jawa Timur juga lebih rendah daripada ekspornya.

Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur menyebutkan, nilai ekspor komulatif sebesar Rp 157,6 triliun. Jumlah tersebut jauh dari lebih rendah dari impornya yang mencapai Rp 188,4 triliun. Artinya, neraca perdagangan Jatim masih defisit sekitar Rp 30,8 triliun.

“Kebutuhan bahan baku masih tinggi dan perusahaan sudah melakukan beberapa perencanaan impor di pertengahan semester I tahun 2012. Saya kira tren tahun ini impor tidak akan mengalami perubahan dari tahun 2011, selama suku bunga dan krisis masih sama dengan kondisi tahun 2011,” ungkap Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) Jawa Timur, Bambang Sukadi.

Diakui Bambang, tahun 2011 impor lebih banyak didominasi oleh bahan baku hampir 90%. Dari data yang dihimpun, impor paling besar pada bulan Januari hingga November 2011 adalah mesin-mesin atau pesawat mekanik yang mencapai Rp 14,7 triliun, disusul besi dan baja senilai Rp 12,7 triliun. Kemudian gandum-ganduman senilai Rp 11,4 triliun.

“Dilihat dari neraca yang ada di tahun 2011, impor tahun depan diperkirakan kami mengalami peningkatan sekitar 20%. Pengaruhnya adalah kurs, kalau kurs turun di tahun depan impor bisa meningkat,” ujarnya.

Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur, Isdarmawan Asrikan meyakini, tahun ini ekspor akan lebih agresif dibandingkan tahun sebelumnya. Pasar alternatif akan terus dicari demi meningkatkan volume ekspor provinsi ini. Sehingga, kata Isdarmawan, neraca perdagangan Jawa Timur bisa tumbuh.

“Kita masih memperluas pasar alternatif seperti ke Afrika, Asia, dan juga Amerika Latin. Pemerintah harus lebih memperhatikan kembali UMKM terutama akses pendanaan. Sebab, mereka salah satu penunjang perekonomian kita,” katanya.

Dikatakan, selama ini pemerintah belum maksimal dalam memberikan pembiayaan terhadap UMKM, terutama kaitannya dengan suku bunga yang masih tinggi. “Sekarang suku bunga antara 12%-12,5%, BI rate 6%, sehingga pemerintah harus segera menurunkan suku bunga terutama sektor UMKM,” jelasnya.

Berdasarkan data BPS Jawa Timur, ekspor berdasarkan kelompok barang pada periode Januari-November 2011 tertinggi adalah tembaga senilai Rp 24,7 triliun, disusul bahan kimia organik sebesar Rp21,9 triliun. Sementara, negara tujuan utama tujuan ekspor adalah Jepang dengan nilai ekspor Rp 28,5 triliun, China Rp 18,2 triliun, dan Amerika Serikat sebesar Rp 12,5 triliun.

“Barang ekspor adalah masih 10 besar, seperti furnitur, bahan kimia organik, bahan pertanian. Tahun ini kita punya peluang surplus,” katanya.

Sementara itu, Disperindag Jawa Timur tahun ini berupaya untuk memacu pertumbuhan ekspor non migas ke pasar non tradisional seperti ke Taiwan, Afrika Selatan, India, serta Timur Tengah.

Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur, Budi Setiawan, pelaku industri di Jawa Timur harus siap memacu ekspor tahun ini ke pasar non tradisional setelah pasar Eropa dan Amerika belum stabil. “Kami harapkan tahun ini ekspor non migas ke pasar tradisional bisa naik antara 15%-20%,” katanya. surabayapost.com

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim