Komisi Informasi Pusat (KIP) menilai, jika memang benar peneliti Indonesia Corruption Watch Donal Fariz sampai dioper sana-sini saat meminta informasi publik ke Mahkamah Agung, berarti benteng terakhir pencari keadilan tersebut tak mematuhi prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik sebagai mana diatur oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Sebagai salah satu lembaga penegak hukum, tindakan itu dinilai sangat ironis.
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP), Usman Abdhali Watik, kepada Kompas di Jakarta, Jumat (4/11/2011) malam, mengatakan, kalau faktanya ICW dioper sana-sini dan bahkan cenderung dipersulit memperoleh informasi publik, itu sama artinya MA tak mematuhi prinsip-prinsip dalam UU Keterbukaan Informasi Publik.
“Prinsip mendapatkan informasi publik itu cepat, tepat waktu, sederhana, dan murah. Kalau dioper sana-sini ya MA melanggar prinsip-prinsip itu,” kata Usman.
Sebelumnya, peneliti ICW Donal Fariz mengaku tak hanya dioper sana-sini dalam mencari informasi soal jumlah hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan vonis perkara korupsi sepanjang 2011, tetapi dia juga kesulitan bertemu dengan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
Menurut Usman, UU KIP mewajibkan setiap badan publik memiliki PPID. “Pembentukan PPID ini diwajibkan UU. PPID ini tugasnya membentuk, mendesain pelayanan informasi publik.PPID berhak mengangkat petugas informasi untuk menjalankan tugasnya. Biasanya PPID itu ada di front office bukan di tempat tersembunyi sehingga publik bisa dengan mudah mendapatkan informasi dari badan publik,” kata Usman.