Gubernur Mestinya Bisa Melakukan Diskresi

Gubernur Soekarwo dalam Focus Group Discussion Alih Fungsi Urusan Pemerintahan Daerah bersama staf khusus Setwapres Bidang Hukum, di Hotel Sheraton, Surabaya, Kamis (13/4).

Wewenang Camat Ditambah untuk Fungsi Pelayanan Maksimal

Gubernur Provinsi Jawa Timur, Soekarwo, meminta kepada Pemerintah Pusat agar kewenangan Pemerintah Daerah dikonkritkan. Pemerintah Daerah sebagai Wakil Pemerintah Pusat harusnya memiliki kewenangan koordinasi dengan lembaga-lembaga vertikal.  Koordinasi ini penting dilakukan karena meski telah diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 detail kewenangan Pusat kepada gubernur belum tertuang jelas.

Menurut Soekarwo, penerapan UU No. 23 tahun 2014 dalam urusan kepemerintahan oleh Pemerintah Pusat sebagian telah diserahkan ke Provinsi dan Kabupaten/Kota. Untuk urusan pemerintahan yang bersifat pelayanan maka wewenangnya diserahkan ke Kabupaten/Kota. Sedangkan yang sifatnya mengatur kebijakan antar Kabupaten/Kota maka wewenangnya di bawah Provinsi.

Seharusnya, Gubernur bisa membuat diskresi. Wadahnya melalui peraturan daerah. Diskresi dimungkinkan bisa dilakukan kalau terjadi masalah urgensi. Dicontohkan, kasus kerusakan jalan yang terjadi di Jawa Timur, sebenarnya Provinsi memiliki kemampuan untuk memperbaiki namun tidak bisa melakukan karena terbentur undang-undang. Masalah seperti ini telah dikomunikasikan dengan Kementrian PUPR namun belum ditemukan jalan keluar.

Ada yang lain, misalnya, wewenang yang bersifat pilihan. Keberadaan Dinas Pertanian di Kota Surabaya tidak terlalu dibutuhkan, namun tidak demikian dengan Kabupaten Mojokerto yang jelas membutuhkan Dinas Pertanian.

Provinsi Jawa Timur juga telah melakukan langkah strategis dalam peralihan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai UU No. 23 tahun 2014. Salah satunya yakni dengan penguatan Kecamatan sebagai penyelenggara pelayanan publik.

Menurut Gubernur, terkait penguatan fungsi kecamatan Pemerintah Provinsi telah membuat agenda penting. Agenda tersebut yaitu; pertama, menambah jumlah kecamatan yang melaksanakan Pelayanan Terpadu di Kecamatan (Paten). Kedua, menyiapkan kebijakan standar pendelegasian wewenang Bupati/Walikota yang bisa diterima dan dilakukan oleh Camat. Dengan memperkuat fungsi kecamatan sebagai pelayanan publik, maka harapannya masyarakat bisa terlayani dengan baik dan maksimal.

Secara umum, UU No. 23 tahun 2014 cukup komprehensif dan lebih demokratis dibanding UU No. 32 tahun 2004. Apalagi, UU No. 23 tahun 2014 lebih demokratis dan partisipatoris karena masyarakat ikut dilibatkan dalam pengambilan kebijakan. Sehingga jika dulu kunci kesejahteraan hanya pelayanan publik, sekarang ditambah pemberdayaan masyarakat dan partisipatoris. Masyarakat saat ini telah menjadi subyek tidak lagi hanya obyek terhadap tiap permasalahan otonomi daerah. (*)

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 9380. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim