Gubernur Surati Presiden Untuk Tunda Ratifikasi FCTC

Tanaman tembakau

Upaya Kementerian Kesehatan mengajukan permohonan ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) bakal mundur. Pasalnya, Gubernur Jatim, Soekarwo telah menyurati Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono agar menunda ratifikasi konvensi tentang pengendalian tembakau tersebut.

“Gubernur telah berkenan menyampaikan surat kepada Presiden untuk permohonan penundaan penandatanganan ratifikasi FCTC. Diharapkan, tak hanya meratifikasi saja, tapi ke depan akan diupayakan juga memberikan perlindungan pada petani tembakau,” kata Kepala Dinas Perkebunan Jatim, Moch Samsul Arifien, Kamis (23/1).

Menurut dia, langkah yang perlu dilakukan adalah memberi perlindungan terhadap tanaman tembakau yang spesifik. “Apabila ditanam di daerah lain akan menghasilkan tembakau dengan citarasa yang berbeda dan kehilangan kekhasannya, sehingga tembakau spesifik tetap harus dipertahankan,” ujarnya.

Guna mempertahankan tembakau spesifik, Jatim juga bakal mengajukan sertifikasi indikasi geografis kepada Kemenkumham secara bertahap. “Sertifikasi penting karena tanaman perkebunan berkembang secara dinamis,” ungkapnya.

Ia menuturkan, bisa saja suatu saat daerah tembakau berubah menjadi sentra komoditi lain, kalau sudah ada indikasi geografis, paling tidak anak cucu kita kelak akan tahu bahwa daerah tersebut pernah menjadi sentra komoditi tembakau. Jika tembakau spesifik akan dikembangkan kembali tinggal membuka data tentang cara budidaya, produksi, produktivitas, harga jual, dan keuntungannya.

Adapun jenis tembakau spesifik di Jatim, seperti tembakau Madura akan memberikan kualitas terbaik jika di tanam di Madura, khususnya di Kabupaten Pamekasan dan Sumenep, tembakau Kasturi di daerah Besuki (Bondowoso, Situbondo, Jember), tembakau Besuki NO di Jember, tembakau Paiton di Probolinggo, tembakau Lumajang VO dan White Burley di Lumajang.

Perlu diketahui, Jawa Timur merupakan provinsi penghasil tembakau terbesar di Indonesia dengan kontribusi sekitar 60% atau rata-rata 110.000 ton per tahun. Dari kontribusi itu, nilai cukai yang dihasilkan untuk devisa negara cukup besar mencapai Rp 100 triiun pertahun.

Saat ini, kata dia, banyak petani tembakau yang menggantungkan hidupnya pada usaha tani tembakau. Di samping itu usaha tanaman tembakau merupakan usaha murni mandiri masyarakat tanpa bantuan pemerintah karena tidak termasuk kebutuhan pokok yang dinikmati seluruh masyarakat seperti halnya padi atau gula.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Jawa Timur, Iteng Ahmad Surowi menyatakan dukungannya terkait rencana perlindungan tanaman tembakau yang akan dilaksanakan oleh Disbun Jatim. Di samping itu mengingat cukai yang didapat begitu tinggi tadi, Iteng mengusulkan pada pemerintah agar meningkatkan persentase cukai yang diterima kembali ke Jawa Timur menjadi 10% dari sebelumnya 2%. “Apabila peningkatan persentase cukai yang diterima kembali mencapai 10% terealisasi sangat membantu dan mencukupi untuk peningkatan sarana prasarana usaha tanam tembakau di Jawa Timur,” ujarnya.

Selama ini, kata dia, produksi tembakau nasional mencapai 200 ribu ton ternyata belum memenuhi kebutuhan nasional yang mencapai 300 ribu ton. “Masih ada kekurangan 100 ribu ton lagi yang terpaksa didapatkan dengan impor. Jadi mengapa petani kita mesti membatasi produksi tembakaunya sedangkan untuk memenuhi kebutuhan nasional saja kita mesti impor,” ujarnya.

(Sumber: jatimprov.go.id)

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim