Peran Pemerintah Daerah Dalam Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional

Pelayanan kesahatan bagi masyarakat kurang mampu

Pelaksanaan Jamkesda yang dilakukan oleh pemerintah daerah selama ini pada dasarnya tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Pelaksanaan Jamkesda tidak didukung oleh aturan yang berlaku, baik Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, maupun Peraturan Presiden (Perpres). Munculnya Jamkesda karena banyak masyarakat yang masuk kategori miskin namun belum terakomodir program Jamkesmas. Atas dasar itulah, sejumlah pemerintah daerah menggulirkan program/kegiatan yang dinamakan Jamkesda. Namun, UU BPJS mengamanatkan per 1 Januari 2014 tidak ada lagi Jamkesmas yang dilakukan oleh Kemenkeu dan Jamkesda yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Demikian disampaikan Mochamad Ardian, Kasubdit Wilayah III, Dit. Anggaran, ketika menjadi pembicara dalam acara Pemantapan Penerapan PPK-BLUD di Tingkat Pusat dan Daerah, di Jakarta.

Sementara itu, terkait dengan urusan kesehatan, beberapa hal penting yang perlu dicatat adalah, pertama, urusan kesehatan merupakan urusan wajib pemerintah daerah yang dapat dilaksanakan secara bersama dengan pemerintah.

Kedua, urusan kesehatan merupakan pelayanan dasar yang wajib dipenuhi disamping pendidikan.

Ketiga, pemerintah daerah wajib mengembangkan sistem jaminan sosial termasuk jaminan kesehatan.

Keempat, pemerintah daerah harus mengalokasikan anggaran urusan kesehatan minimal 10% dari total belanja APBD diluar gaji.

Atas dasar hal tersebut pendanaan urusan kesehatan dapat bersumber dari APBN dan APBD. Fakta menunjukkan bahwa berdasarkan data tahun 2012, baru 11 provinsi yang mengalokasikan APBD diatas 10% untuk kesehatan (Aceh, Babel, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Gorontalo, Sulsel, Bali, DKI Jakarta). Dari data tersebut terlihat bahwa sebagian besar provinsi di Indonesia belum mampu mengakomodir urusan kesehatan. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus mendorong pemda agar bisa mengalokasikan 10% APBD untuk kesehatan.

Dalam hal ini, beberapa bulan lalu Dewan Jaminan Sosial Nasional sudah meminta Kemendagri untuk mendorong daerah agar menganggarkan 10 % untuk kesehatan. Mendagri juga sudah berupaya mendorong Pemda dalam pelaksanaan urusan kesehatan. Dukungan Kemendagri terkait dengan BPJS Kesehatan adalah penegasan pengaturan anggaran pada sektor kesehatan dan pelaksanaan bidang kesehatan, antara lain (a) konsistensi pemenuhan APBD pada urusan kesehatan minimal 10%, diluar gaji, (b) percepatan penerapan PPK-BLUD bagi Puskesmas dan RSUD sesuai Permendagri No. 61/2007, (c) program pencapaian target MDGs: air minum/bersih, HIV, Malaria, penyediaan asuransi kesehatan bagi PNSD/pensiunan, dan lain-lain, (d) pengaturan pemberian tambahan penghasilkan berdasarkan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi dan prestasi kerja bagi tenaga kesehatan dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah, (e) fasilitasi pencapaian SPM bidang kesehatan di daerah, dan (f) pengaturan dalam penyusunan APBD.

Dalam Pedoman Penyusunan APBD TA. 2014 disebutkan bahwa, pertama, penerimaan atas jasa layanan kesehatan masyarakat yang dananya bersumber dari hasil klaim kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diterima oleh SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang belum menerapkan PPK-BLUD, dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan PAD, jenis pendapatan Retribusi Daerah, obyek pendapatan Retribusi Jasa Umum, rincian obyek pendapatan Retribusi Pelayanan Kesehatan. Kedua, penyediaan dana penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi PNSD yang dibebankan pada APBD berpedoman pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS).

Terkait dengan hal tersebut, penyediaan anggaran untuk pengembangan cakupan jaminan kesehatan bagi PNSD di luar cakupan jaminan kesehatan yang disediakan oleh BPJS, tidak diperkenankan dianggarkan dalam APBD, kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. Ketiga, pemberian pelayanan kesehatan kepada fakir miskin dan orang tidak mampu sesuai dengan UU No. 40/2004, PP No. 101/2012, dan Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan, yang tidak menjadi cakupan pelayanan pemerintah melalui BPJS yang bersumber dari APBN, pemerintah daerah dapat menganggarkannya dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang menangani urusan kesehatan pemberi pelayanan kesehatan atau pemberian iuran kepada BPJS, yang dianggarkan pada PPKD, jenis belanja bantuan sosial. Dalam rangka pelaksanaan BPJS, Pemda perlu mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi. Dalam Pedoman Umum Penyusunan APBD, Kemendagri tetap mendorong kepada daerah agar bisa menyiapkan data Penerima Bantuan Iuaran (PBI).

Saat ini APBN menyediakan anggaran senilai Rp. 16 triliun untuk program tersebut. Sayang, anggaran tersebut belum cukup, karena masih ada 10,3 juta penduduk yang belum terlayani. “Itulah yang nanti ditanggung oleh pemerintah daerah,” ujur Ardian.

Namun, Pemda diingatkan agar bisa menyusun anggaran dengan baik. Artinya, jangan sampai ada duplikasi anggaran pada APBN dan APBD. PP No. 101/2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan menyebutkan bahwa untuk TA. 2014, data PBI merupakan data perlindungan sosial Tahun 2011 yang dilakukan oleh Kemensos.

Namun, hingga saat ini, belum ada satupun Pemda yang mengetahui besaran alokasi PBI yang harus ditanggung oleh APBD. Kalau berbicara tahapan, proses dan integrasi, antara Jamkesda ke JKN, secara roadmap Pemda diberi waktu hingga 2016. Artinya, hingga Tahun 2016 Pemda masih bisa mengalokasikan anggaran untuk Jamkesda. Namun, mulai Tahun 2017, tidak ada alokasi APBD untuk program Jamkesda, dan setiap daerah harus bisa menyesuaikan.

Terkait dengan kesiapan pemerintah daerah terhadap JKN, tentu perlu ada koordinasi antara BPJS dengan pemerintah kab/kota dan provinsi. Tujuannya agar pada Tahun 2014 Pemda memiliki alokasi dana untuk bantuan masyarakat kurang mampu dalam bentuk PBI. Demikian pula Dinas Kesehatan perlu berkoordinasi dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mengenai alokasi bantuan sosialnya kepada TAPD. Dasar perhitungannya tentu harus melihat data perlindungan sosial pada tahun 2011.

(Sumber: kemendagri.go.id)

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim