Industrialisasi Madura Jangan Abaikan Pertanian

ilustrasi

Industrialisasi di Pulau Madura diharapkan tidak tercerabut dari basis potensi di kawasan itu, yaitu sektor pertanian. Dengan memadukan pembangunan sektor industri dan pertanian, perekonomian di Pulau Garam itu bakal tumbuh lebih sehat dan berkualitas.

Demikian dikatakan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jawa Timur, Muhammad Ali Affandi, di sela-sela pelantikan BPC HIPMI Pamekasan.

“Jangan sampai industrialisasi di Madura mengabaikan pembangunan sektor pertanian. Itu berbahaya bagi perekonomian Madura, terutama terkait masalah kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja,” ujar Andi, sapaan akrab Ali Affandi.

Menurut Andi, seiring dengan pembangunan Jembatan Suramadu, akan banyak investor masuk ke Madura. Apalagi jika Pelabuhan Socah di Bangkalan dan sejumlah kawasan industri penunjangnya telah selesai dibangun. Tidak hanya Bangkalan yang lebih dekat ke Surabaya, kota-kota lain seperti Pamekasan dan Sampang juga bakal banyak diminati investor.

Namun, dia mengingatkan agar industrialisasi di Madura tidak hanya untuk mencari tenaga kerja dengan upah murah. “Industri yang masuk diharapkan bisa menunjang sektor pertanian. Artinya, harus ada industrialisasi sektor pertanian,” jelas alumnus alumnus studi manajemen bisnis internasional di Fontys University of Applied Sciences Belanda dalam program Erasmus Exchange tersebut.

“Industrialisasi di Madura haruslah bertumpu pada karakteristik lokal (economies of localization), dalam hal ini adalah sektor pertanian dan subsektornya. Selain itu, industrialisasi harus berbasis pada kebijakan pemberdayaan masyarakat lokal (endogenous development policies), dalam hal ini industrialisasi tidak meminggirkan masyarakat setempat,” imbuh Andi.

Andi mencontohkan industrialisasi pertanian itu bisa dilakukan dengan pembangunan pabrik pengolahan hasil pertanian dan subsektornya, termasuk perikanan dan perkebunan. Industri yang diperlukan, antara lain, pengolahan ikan, pabrik pengolahan jagung, pabrik pengolahan tebu, pabrik pengolahan kedelai, kacang mete, dan pembuatan produk turunan dari komoditas buah-buahan yang ada.

“Banyak potensi dari sektor pertanian dan turunannya. Untuk mete, misalnya, Jatim berkontribusi 11% terhadap produksi mete nasional, dan itu penopang utamanya adalah empat kabupaten di Madura dengan lahan seluas 30.167 hektare. Di pengolahan perikanan, produksi terasi luar biasa beasr, mencapai kisaran 500.000 kilogram per tahun. Belum lagi jamu yang terbuat dari bahan-bahan berbasis pertanian yang produksinya mencapai 100.000 kilogram per tahun. Ini harus dijaga,” ujarnya.

Andi menambahkan, integrasi antara sektor industri dan pertanian bukan tanpa sebab. Penunjang ekonomi Madura selama ini adalah sektor pertanian. Di Pamekasan, misalnya, sektor pertanian menyumbang 39% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Di Bangkalan, sektor pertanian menyumbang 35,61% terhadap PDRB setempat.

“Ke depan, empat kabupaten di Madura harus perlu memilih secara cermat mana saja produk pertanian mereka yang potensial untuk dikembangkan. Bukan hanya di hulu, namun juga dapat dikembangkan disektor hilir industri pengolahannya,” papar Andi.

Yang tidak kalah penting, ungkapnya, pemerintah harus membuat program stimulus untuk produk pertanian yang terpilih. Dan ini ditujukan agar produk petanian tersebut bisa dikembangkan menjadi produk industri olahan berbasis pertanian. “Dengan demikian, stimulus program di sekor pertanian ini bisa dinikmati oleh petani, industri dan konsumen. Dan pada gilirannya bisa memicu peningkatan pertumbuhan ekonomi di Madura,” ujarnya.

Andi berharap agar pengembangan sektor ini bisa dilakukan secara bersama-sama oleh empat kabupaten di Madura. “Jangan parsial. Konsepnya harus terpadu. Empat kabupaten itu harus duduk bersama membikin skema pengembangan yang terintegrasi. Harus ada kluster-kluster yang jelas. Dari klusterisasi itulah, masing-masing kabupaten akan menemukan core competence yang akan jadi modal utama pengembangan ekonomi,” ujarnya.

Dengan langkah tersebut, Andi yakin ekonomi Madura akan berlari lebih kencang. Saat ini, ekonomi Madura relatif tertinggal dari daerah-daerah lain di Jawa Timur. Dari indikator perbankan juga bisa dilihat pergerakan perekonomian di Pulau Garam tak secepat yang diharapkan. Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan di empat kabupaten wilayah Madura mencapai Rp 3 triliun atau hanya kisaran tak sampai 2% dari total DPK di Jatim. Adapun penyaluran kreditnya di kisaran Rp 3,826 triliun atau hanya 1,9 persen dari total kredit perbankan di Jatim.

Pengukuran daya saing daerah oleh Bank Indonesia (BI) dan LP3E FE Universitas Padjadjaran (2008) menunjukkan, empat kabupaten di Madura menempati posisi yang kurang memuaskan. Secara keseluruhan, daya saing Bangkalan berada di peringkat 331 dari 434 kota/kabupaten yang diteliti, Sampang berada di peringkat 407, Sumenep di peringkat 248, dan Pamekasan di peringkat 406.

Peringkat daya saing yang rendah ini tidak sepadan dengan potensi ekonomi yang ada di Madura, terutama potensi ekonomi sumberdaya alam, yang sangat besar. Bahkan, daya saing kabupaten-kabupaten di Madura kalah dengan wilayah yang jelas-jelas potensi ekonominya di bawah Madura, seperti Jombang (peringkat 190), Magetan (283), atau Ponorogo (265). kabarbisnis.com

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim