Kenaikan berbagai harga komoditas konsumsi yang tak sebanding dengan kenaikan harga komoditas produksi nelayan wilayah Jawa Timur (Jatim) di tahun ini membuat para nelayan berada pada kondisi yang sulit secara ekonomi.
Hal ini tecermin dalam laju pertumbuhan Nilai Tukar Nelayan (NTN) kumulatif sepanjang Januari hingga Oktober 2011 yang mengalami penurunan sekitar 0,33% dari kondisi tahun lalu.
“Ini menunjukkan, tingkat kesejahteraan nelayan Jatim di tahun ini lebih buruk dibanding tahun lalu akibat tingginya kenaikan biaya hidup dan biaya produksi,” ungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, Irlan Indrocahyo, kepada kabarbisnis.com di Surabaya, Senin (13/11/2011).
Irlan menuturkan, pada tahun tingkat kenaikan berbagai komoditas konsumsi dan bahan produksi memang cukup tinggi, terlebih untuk komoditas bahan pokok seperti beras dan emas perhiasan hal inilah yang kemudian membuat kondisi perekonomian nelayan jatim sedikit terganggu, karena kenaikan untuk komoditas produksi dan tangkap mereka, ternyata tak sebanding dengan besarnya kenaikan biaya hidup dan produksi.
“Di bulan Oktober saja, kelompok makanan jadi, minuman dan rokok serta tembakau, kesehatan, perumahan, sandang, makanan, transportasi dan komunikaso serta pendidikan seluruhnya mengalami kenaikan. Sehingga indeks harga yang harus dibayar nelayan naik 0,48%,” terangnya.
Sementara indeks harga yang diterima (it) nelayan pada Oktober justru menurun 0,28%. Turunnya it tersebut dipicu oleh turunnya harga komoditas ikan hasil tangkap dan produksi nelayan diantaranya harga cuimi-cumi turun 5,31%, udang barong turun 1,95% dan kepiting turun 4,03%.
“Meski beberapa komoditas mengalami penurunan, namun ada juga beberapa komoditas hasil tangkapan yang mengalami kenaikan harga yang mengakibatkan laju penurunan sedikit tertekan, seperti ikan selar naik 6,86%, ikan tengiri naik 2,23% dan ikan layang naik 1,18%,” terang Irlan.