Perkembangan Ekonomi Indonesia dan Dunia Tahun 2019

Pasar Tradisional

Sebagian besar negara mengalami perlambatan ekonomi efek perang dagang. Hanya Amerika Serikat yang pertumbuhannya tetap meningkat. Pada triwulan I tahun 2019, perekonomian Amerika Serikat (AS) tumbuh lebih cepat sebesar 3,2 persen (YoY). Pertumbuhan ini didorong oleh konsumsi masyarakat yang tumbuh mencapai 2,7 persen (YoY), khususnya konsumsi barang (2,9 persen, YoY). Impor tumbuh lebih lambat (1,6 persen, YoY).

Perekonomian Tiongkok tumbuh stabil pada triwulan I tahun 2019 sebesar 6,4 persen (YoY). Penyelesaian perang dagang yang belum mencapai kesepakatan, menahan pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Namun kondisi tersebut diimbangi dengan stimulus moneter yang diberlakukan sehingga perekonomian dapat tetap tumbuh. Perlambatan ekonomi juga terjadi di kawasan Eropa. Negara-negara di kawasan tersebut seperti Spanyol dan Perancis mengalami perlambatan pertumbuhan masing-masing sebesar 1,1 dan 2,4 persen.

Akibat perekonomian global yang masih belum stabil, sebagian besar negara berhati-hati dengan menahan tingkat suku bunganya. Di sisi lain, harga komoditas internasional bergerak turun selama triwulan I tahun 2019. Meski begitu, harga minyak mentah justru mengalami peningkatan. Hal ini merupakan keberhasilan bagi negara-negara yang tergabung dalam OPEC+ yang sepakat menurunkan produksinya untuk kembali menaikkan harga minyak.

Ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2019 itumbuh sebesar 5,07 persen (YoY), sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan I tahun 2018. Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir, menunjukkan adanya penguatan ekonomi domestik. Secara kewilayahan, hampir semua kawasan mengalami pertumbuhan positif, kecuali kawasan Maluku dan Papua. Perkembangan perekonomian domestik banyak dipengaruhi oleh kondisi geopolitik global, harga komoditas internasional, agenda nasional, yakni Pemilihan Umum, serta perubahan musim panen.

Perkembangan sektor fiskal, digambarkan dengan realisasi penerimaan perpajakan, dimana hingga akhir triwulan I tahun 2019 mencapai Rp350,1 triliun, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Meski demikian, realisasi terhadap target APBN relatif menurun. Pendapatan Negara dan Hibah turun dibandingkan tahun sebelumnya, disebabkan oleh turunnya harga komoditas. Di sisi lain, realisai Belanja Negara turun dibandingkan periode yang sama tahun 2018. Kondisi ini disebabkan oleh menurunnya Belanja Pemerintah Pusat (BPP) dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).

Sementara itu, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga BI7DRR pada level 6,00 persen. Langkah tersebut merupakan upaya untuk mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik yang diharapkan menjaga stabilisasi nilai tukar Rupiah. Sepanjang triwulan I tahun 2019, nilai tukar Rupiah cenderung menguat didukung oleh kinerja ekonomi domestik yang membaik. Di sisi lain, normalisasi kebijakan Amerika Serikat mendorong masuknya portofolio ke negara-negara berkembang. Inflasi dalam negeri berada dalam rentang ±3,5 persen, dan mencapai tingkat terendah dalam sepuluh tahun terakhir yang didorong oleh turunnya harga komoditas dan pangan.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun 2019 surplus sebesar USD2,4 miliar, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai USD5,4 miliar. Kinerja tersebut lebih baik dari triwulan I tahun 2018 yang defisit. Surplus yang terjadi didorong oleh turunnya defisit neraca transaksi berjalan serta tingginya surplus transaksi modal dan finansal. Sementara itu, neraca perdagangan membaik , ditopang oleh neraca perdagangan nonmigas yang meningkat serta defisit migas yang menurun. Penerapan kebijakan terkait kerjasama energi berhasil membawa dampak positif pada defisit neraca migas.

Perekonomian global kedepannya, diprediksi masih akan tumbuh melambat. Hal ini ditandai dengan penurunan target pertumbuhan ekonomi oleh beberapa negara besar. Perlambatan ini masih dibayangi oleh isu perang dagang yang masih belum menemukan titik temu. Sementara perekonomian Indonesia diprediksi masih tumbuh positif dan stabil pada 5,2 persen. Pertumbuhan didorong oleh konsumsi rumah tangga seiring stabilnya tingkat inflasi dan meningkatnya bantuan sosial. Konsumsi LNPRT akan tumbuh melambat pada sisa triwulan 2019 terkait dengan pelaksanaan pemilu nasional. Selain itu, investasi juga akan melambat, pengaruh tahun politik. Ekspor dan impor juga diprediksi melambat terkait lemahnya kondisi perekonomian global. Di sisi lain, sektor Pertanian pada triwulan II tahun 2019 diprediksi meningkat seiring dengan pergeseran masa panen.

Meski diperkirakan menguat, perekonomian domestik dibayangi beberapa risiko negatif yang dapat membuat realisasi pertumbuhan ekonomi meleset. Beberapa risiko utamanya adalah eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, harga komoditas internasional yang menurun, realisasi pendapatan negara yang lebih rendah dari target, ketidakpastian pasca pemilu nasional, dan kinerja sektor migas yang belum pulih.

(Sumber: Kementerian PPN/Bappenas RI)

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim