Pakde Karwo menggagas terobosan lagi. Kali ini adalah expenditure reform atau reformasi di sisi pengeluaran. Ini adalah sebagai strategi untuk mengatasi pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi Jawa Timur yang cenderung stagnan dalam tiga tahun terakhir.
Stagnasi PAD tersebut merupakan dampak dinamika global yang menyebabkan perlambatan ekonomi hampir di semua negara, termasuk Indonesia.
“Kita masih dalam proses atau on going program expenditure reform sebagai salah satu strategi fiskal yang ditempuh Pemprov Jatim,” terang Pakde Karwo di Kantor Gubernur Jawa Timur, Jl. Pahlawan No. 110, Surabaya (7/4).
Pakde Karwo menjelaskan, pola penerapan expenditure reform tersebut dengan memberikan stimulus di segmen UMKM. Caranya dengan memfasilitasi loan agreement yang memberikan bunga murah, mudah dan cepat.
Terkait dana yang diberikan untuk loan agreement agar tidak ada subsidi sehingga suku bunganya bisa lebih rendah yakni 6 persen. Dari total dana 120 triliun yang dialokasikan untuk loan agreement, pemerintah tidak perlu mendapat giro. Sehingga dengan suku bunga 6 persen, 1,5 persennya untuk asuransi perbankan dan 4,5 persen keuntungan bank.
Pakde Karwo juga akan segera mengumpulkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dimiliki Pemerintah Provinsi Jawa Timur, agar dalam penyertaan modalnya bisa pinjam ke pihak ketiga.
Jika BUMD hanya mengandalkan modal dari APBD, maka untuk kondisi ekonomi seperti ini sulit dilakukan. Oleh sebab itu, para direktur utama/dirut BUMD harus bisa membuat inovasi dan kebijakan agar modalnya dan keuntungannya bisa meningkat.
Untuk Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mampu menjadi Badan Layanan Umum Daerah/BLUD telah diinkubasi. Dari proses inkubasi tersebut berdasar pengelolaannya telah dikelompokkan dalam dua bagian yakni A dan B. Khusus untuk rumah sakit BLUD Pemerintah Provinsi Jawa Timur, saat ini juga telah menerapkan kerjasama pembiayaan dengan perbankan dalam hal pembangunan. Intinya dalam pembangunan infrastruktur harus menggunakan konsep Public Private Partnership /PPP sehingga tidak hanya mengandalkan APBD.
Sementara bagi masyarakat kecil atau miskin pemerintah wajib memberikan bantuan berupa charity. Disamping itu, bagi yang kecil termasuk petani juga harus diberdayakan dan didampingi sehingga bisa lebih produktif. Salah satu caranya dengan memberikan ketrampilan melalui pendidikan vokasional. Sedangkan bagi segmen besar dilakukan efisiensi atau insentif non fiskal. (*)