Perlunya Sosialisasi Masif Hindarkan Pernikahan di Bawah Usia 21

Ilustrasi: wartakesehatan.com

Masuk Pesantren, Gandeng Kampus dan Pramuka

Muncul fenomena banyak kalangan remaja menikah dan hamil muda di bawah 20 tahun. Beberapa diantaranya mengalami banyak masalah dalam kehamilannya.

Kehamilan pada usia kurang dari 17 tahun sebenarnya meningkatkan risiko komplikasi medis. Pada ibu juga anaknya. Kehamilan di usia yang sangat muda ternyata berkorelasi dengan angka kematian dan kesakitan ibu.

Fenomena tingginya angka perkawinan di usia di bawah 20 tahun ini membuat Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui instansi terkait turut getol menyosialisasikan gerakan peningkatan peranan “Generasi Berencana”.

Gerakan Generasi Berencana ini menyasar kampus-kampus hingga mengandeng pramuka.  Dengan sosialisasi itu diharapkan usia pertama wanita menikah di Jawa Timur bisa 21 tahun.

Dwi Listyawardani, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Timur mengatakan, pihaknya sudah banyak pihak, termasuk mengandeng mahasiswa dan pramuka dalam membentuk Generasi Berencana. Saat ini malah akan fokus menyosialisasikan masuk dan diterima di lingkungan pesantrean.

Di pesantrean, kata dia, santri dan santriwati tidak hanya dituntut untuk belajar agama saja, melainkan harus diberikan pengetahuan yang benar tentang kesehatan reproduksi terutama masalah usia perkawinan pertama. Para santri dan santriwati harus terbuka wawasannya sehingga dapat menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Perlu diketahui, berdasarkan data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), rasio pernikahan dini di perkotaan pada 2012 adalah 26 dari 1.000 perkawinan. Pada 2013, rasionya naik menjadi 32 dari 1.000 pernikahan.

Di perdesaan, rasio pernikahan usia dini turun dari 72 per 1.000 pernikahan pada 2012 menjadi 67 per 1.000 pernikahan pada 2013. Padahal dalam analisis survei penduduk antar sensus (SUPAS) 2005 dari BKKBN didapatkan angka pernikahan di perkotaan lebih rendah dibanding di pedesaan, untuk kelompok umur 15-19 tahun perbedaannya cukup tinggi yaitu 5,28% di perkotaan dan 11,88% di pedesaan.

Setahun 6000 Kasus

Sementara itu, di Kabupaten Malang, fenomena perceraian meningkat tinggi. Bupati Malang Rendra Kresna, mengatakan, angka perceraian dan pernikahan dini di Kabupaten Malang cukup memprihatinkan.  Selama setahun, rata-rata mencapai 6.000 pasangan suami istri yang diputus cerai oleh Pengadilan Agama (PA) setempat.

Menurut dia, untuk mencegah dan meminimalkan angka perceraian di Kabupaten Malang, semua pihak terkait harus bisa saling mendukung. Semua pihak saling terkait, bukan hanya tugas satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tertentu saja, seperti Kementerian Agama, namun semua bisa saling mendukung agar hasilnya efektif, efisien dan ekonomis.

Tingginya angka perceraian di Malang tersebut memang memprihatinkan, namun juga sebagai penyemangat bagi semua pihak untuk mencari tahu penyebab utamanya. Pasti ada alasan lain dan itu menjadi tanggung jawab semua pihak.

“Siapapun yang punya ilmu pengetahuan dan punya jabatan, maka punya tugas sama-sama mencegah adanya pernikahan dini. Bagaimana upaya kita, salah satunya perlu adanya pendewasaan usia perkawinan agar ketika memasuki dunia perkawinan, jiwa dan mental sudah siap,” katanya.

Menyinggung perceraian yang sebagian besar diajukan oleh istri atau gugat cerai, Rendra meminta agar kaum laki-laki jangan hanya menyalahkan istri, sebab kemauan istri banyak. Bisa gara-gara tidak diberi nafkah belanja, bisa juga karena suami tidak jujur soal penghasilan yang diperoleh, sehingga terlihat suami hanya menempatkan istri pada posisi manak (melahirkan) dan masak.

Padahal, istri ini kan juga perlu disenangkan, termasuk dalam kebutuhan seksnya. Dalam perkembangannya, sekarang banyak istri yang minta cerai dan suami diberi uang pengganti dengan tujuan agar istri bisa bercerai dari suaminya.

Kepala Pengadilan Agama Kabupaten Malang Bambang Supriastoto, mengatakan angka perceraian di Kabupaten Malang pada tahun 2015 mencapai 4.628. Dari 4.628 perceraian itu, 1.566 cerai diajukan oleh suami (talak), dan 3.062 cerai diajukan oleh istri (cerai gugat).

Dari 33 kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Malang, Kecamatan Dampit, Singosari dan Kalipare tercacat sebagai kecamatan yang menyumbang angka perceraian paling tinggi. Beragam latar belakang penyebab perceraian, namun yang paling mendominasi adalah faktor ekonomi dan pernikahan dini.

Kepala Kemenag Kabupaten Malang Asadul Anam, mengatakan banyak faktor yang bisa menjadi problem dalam hubungan keluarga. Namun permasalahan utama yang harus segera ditangani adalah maraknya pernikahan dini.

Penyebab utama pernikahan dini, kata dia, ada empat faktor, yakni faktor ekonomi, penyalahgunaan narkoba, minuman keras dan seks bebas. Sebenarnya seluruh faktor penyebab terjadinya pernikahan dini, bisa dicegah dengan efektif jika semua pihak, seperti Kemenag, Pemkab Malang dan tokoh agama bekerja sama secara intensif melakukan penyuluhan dan pengawasan secara sistematis.

Komentar Pembaca

  1. sebagai masyarakat, saya mendukung untuk Sosialisasi Masif Hindarkan Pernikahan di Bawah Usia 21 tahun. Apakah penyebab utama pernikahan dini apakah hanya 4 faktor ini saja?yakni faktor ekonomi, penyalahgunaan narkoba, minuman keras dan seks bebas. saya rasa masih banyak faktor yang lainya dan perlu di bahas lebih dalam. Sebagai masyarakat kalau ada kesempatan saya ingin membantu dalam sosialisasi masif hindarkan pernikahan di bawah usia 21 tahun. matur suwun.

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim