NTP Naik, Kemampuan Petani Menanggung Biaya Makin Baik

Petani Bondowoso mamanen kopi. foto:widi

Nilai Tukar Petani (NTP) tanaman pangan menunjukkan trend positif. Trend itu terjadi sejak bulan September 2014 sampai akhir Januari 2015. Capaian angkanya sebesar 101,23 atau 1.23 poin di atas batas dasar 100.

Hasil penjualan padi, jagung, dan ubi kayu, semakin mendatangkan rezeki bagi petani. Harga penjualan gabah kering panen pun di atas harga HPP yang masing-masing sebesar Rp 3.300 dan Rp 3.350.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, Jumat (6/2) mengatakan, kenaikan NTP ini juga menunjukkan kemampuan petani dalam menanggung kenaikan baik biaya biaya produksi dan penambahan modal (BPPM) untuk kelanjutan usaha tani petani tanaman pangan.

Di antaranya bibit, pupuk, obat-obatan, sewa lahan dan upah buruh tani. Hal ini juga diuntungkan dari turunnya biaya kebutuhan konsumsi rumah tangga (KRT) atau adanya deflasi pedesaan sebesar 0,03 % yang kemungkinan disebabkan oleh turunnya harga BBM pada bulan Januari.

Sementara itu pada bulan Januari 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) tanaman Hortikultura turun sebesar 0,43 % dari 102,48 ke 102,40. BPS melaporkan perkembangan NTP terakhir pada hari Senin (2/2). Penurunan NTP awal tahun tersebut kembali disebabkan oleh turunnya harga cabe merah dan cabe rawit, merujuk pada Kementerian erdagangan pada bulan Januari harga cabe merah biasa dan keriting menurun dari Rp 60.000 hingga Rp 28.000.

Secara umum perkembangan usaha tani hortikultura menunjukkan hasil positif bagi petani. Justru karena itu pula usaha tani Hortikultura juga menjadi lirikan bagi investor, terkhusus investor asing, meskipun UU Hortikultura membatasi investasi hingga 30 %.
BPS menyatakan indeks yang diterima oleh petani hortikultura dari hasil penjualan hasil pertaniannya sebesar turun 0,43 %, sementara indeks yang harus dibayar oleh petani hanya turun sebesar 0,02 %.

Meskipun terjadi penurunan atau deflasi, juga mungkin disebabkan oleh penurunan harga BBM pada Januari, namun masih terjadi kenaikan harga atau inflasi dari komponen bahan makanan. Tentu saja hal ini tetap menjadi beban bagi petani yang juga konsumen bahan makanan, baik yang segar maupun olahan.

Sementara itu, petani perkebunan rakyat ternyata masih mendapatkan nasib yang tidak baik pada awal tahun 2015. Setelah terpuruk pada angka 98,03, NTP awal tahun turun lagi menjadi 98,02.

Nilai tersebut di bawah batas kesejahteraan petani yakni 100, sementara sektor perkebunan menjadi andalah pemerintah untuk mendapatkan devisa melalui ekspor.

Tanaman perkebunan yang terkait dengan penurunan NTP tersebut adalah kakao dan kopi, komoditas unggulan. Penurunan pengeluaran baik konsumsi rumah tangga maupun biaya produksi pada satu sisi adalah positif, namun sayangnya diikuti pula dengan penurunan pendapatan dari hasil penjualan kakao dan kopi pada sisi yang lain. (istimewa)

Komentar Pembaca

  1. kebaikan dari mana kalau para petani gck mau usaaha sendiri

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim