Jamu

Presiden Joko Widodo pun minum jamu. foto:bymakinoc.blogspot.com

Empat Menteri Presiden Joko Widodo bertemu belum lama ini. Masing-masing Menteri Perindustrian Saleh Husin, Menteri Kesehatan Nila Djuwita Anfasa Moeloek, Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, dan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel.

Pertemuan yang berlangsung di Jakarta itu dianggap penting. Bahkan bisa dibilang super istimewa. Mereka tidak berbicara soal kegentingan ekonomi di negeri ini akibat loyonya nilai tukar rupiah atas dollar yang berimbas kemana-mana. Tetapi membicarakan nasib jamu tradisional bikinan negeri sendiri yang makin terpinggirkan. Bahkan isunya malah lebih gawat, yaitu ditinggalkan.

Ini angin segar yang bagus untuk industri jamu di negeri ini. Dari pertemuan di Jakarta itu maka lahirlah aksi kampanye budaya minum jamu. Ini benar-benar langkah maju meski kampanye budaya minum jamu ini hanya dilakukan di Jakarta. Harusnya, untuk efektivitas, kampanye ini juga dilakukan masif ke daerah-daerah.

Kampanye tentu tidak boleh berhenti. Harus berlangsung terus-menerus. Kampanye kemudian ditingkatkan menjadi gerakan. Gerakan minum jamu. Gerakan itu pun juga tidak boleh hanya sekali, harus dilakukan masif pula ke daerah-daerah. Ini namanya baru efektivitas, dan benar-benar angin segar untuk industri jamu yang berbasis budaya di negeri ini.

Sudah jadi pemadangan umum kalau jamu sehat bikinan dalam negeri tidak pernah dikonsumsi. Meski harganya murah, menyehatkan, higienis, herbal, dan dibuat dengan teknologi maju yang begitu memperhatikan standarisasi jamu. Namun herbal asing yang harganya selangit dan tidak begitu jelas khasiatnya dilahap begitu rupa.

Melihat fenomena itu, tidaklah berlebihan jika produsen jamu tradisional berbasis budaya di Madura cukup apatis dengan kehadiran Pasar Bebas ASEAN yang mempunyai nama lain MEA itu. Padahal, di negeri ini, bukan rahasia jika pamor jamu Madura khasiatnya menduduki peringkat eksklusif dalam kasta industri perjamuan.

Sebagaimana diakui di dunia, Indonesia adalah negara terbesar kedua, setelah Brazil, yang memiliki sekitar 30.000 varietas tanaman berkhasiat. Di berbagai daerah di negeri ini, dari kota hingga desa, masyarakat akrab dengan minuman sehat hingga jamu berkhasiat yang diolah dari tanaman-tanaman itu. Namun gempuran jamu berlabel herbal yang berdatangan dari luar negeri memarjinalkan jamu yang diproduksi lokal.

Jamu kita menjadi terpinggirkan, dan terkesan tersingkirkan. Promosi intensif yang dilakukan berbagai produk sejenis yang datang dari luar telah mendegradasi pamor jamu. Padahal ratusan tahun, jamu menjaga kesehatan bangsa ini seiring lokal wisdom yang berada di dalamnya.

Gempuran label herbal berikut label made in luar negeri dan disokong dengan skema bisnis spektakuler yang berbaur di dalamnya membuat masyarakat mulai luntur kepercayaannya terhadap khasiat jamu dari negeri sendiri.

Lambat laun masyarakat menjadi luar negeri minded. Apa-apa yang datang dari luar dianggap baik dan berkhasiat. Sedang yang berasal dari negeri sendiri dianggapnya sampah. Mereka kurang tahu atau bahkan mungkin tidak tahu kalau produk herbal yang dikonsumsi itu adalah berasal dari negeri sendiri.

Taruhlah produk dari Tiongkok. Mereka impor jahe, kunyit, dan sirih dari Indonesia. Kemudian melalui ekstrak disana dan kemudian diekspor lagi ke Indonesia. Malah ada jahe dari Indonesia yang diimpor Australia, hanya dicuci dan dikemas, kemudian diekspor ke Indonesia dengan harga mahal.

Rakyat kita hari ini, secara sosiologis, seleranya dibentuk oleh iklan di media massa. Cetak maupun elektronik. Seiring penggunaan gadget makin tinggi, promosi gencar juga tak luput merambah dunia internet. Rakyat pun makin menjadi tidak percaya dengan dirinya sendiri dan kekayaan bangsa sendiri. Globalisasi ternyata makin tidak memberikan ruang kepada basis-basis budaya yang dikenali sejak moyangnya. Ibarat peribahasa yang satire-nya bukan main: buruk muka dicermin dibelah?

Maka kampanyekan budaya minum jamu oleh para Menteri kita itu, adalah sebuah langkah maju untuk menghargai produk dan kekayaan kita sendiri. Dukungan pemerintah seperti pencanangan Hari Minum Jamu itu sangat produktif agar negeri ini kembali bangkit. Timbul nasionalisme untuk mencintai dan mengkonsumsi produk hebat negeri sendiri yang selama ini (mungkin) juga belum tentu digubris oleh pemerintah daerahnya sendiri. widi antoro

5 Komentar Pembaca

  1. Informasi yang sangat menarik sekali, sangat mendukung rencana tersebut, mari kita bangkit & mari budayakan minum jamu, agar produk lokal indonesia dapat go internasional.

  2. Informatif & menginspirasi
    Ayo rakyat Indonesia
    Kita budayakan minum jamu

    Salam sehat & sukses selalu

  3. Mendukung akan direncanakannya Hari Minum Jamu Nasional
    Mari rakyat Indonesia
    mari kita bangkit

    Terima Kasih Admin
    Senang berkunjung di website anda

  4. wah, bagus sekali ada gerakan minum jamu :D Indonesia memang sangat kaya akan tanaman herbal, salah satu tanaman obat/herbal yang ada di Indonesia adalah daun kelor.. untuk info ttg khasiat daun kelor bisa baca disini http://www.sainsphd.com/2018/03/khasiat-daun-kelor-yang-luar-biasa.html saling berbagi informasi min, hehe

  5. terimakasih minn semoga bener bisa sembuh

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim