Industri Agro, Produktivitas dan Kontinuitas

Ilustrasi, Buku Potensi Jatim 2014

Sebuah Refleksi 2014

Indonesia adalah negeri yang sangat kaya. Itu “lagu” lama!

“Lagu yang begitu sering didengungkan sehingga siapapun yang lahir dan terlahir di Indonesia pasti sangat hafal dengan lagunya.

Semoga, itu bukan hanya sekadar hafalan lagi tetapi juga mengerakkan imajinasi manusia Indonesia untuk makin menyadari kekayaan sesungguhnya yang berada di sekelilingnya.

Dunia mengakui, saat ini, Indonesia sudah menjadi penghasil kelapa sawit nomor satu di dunia, lada nomor tiga di dunia. Pulp dan kertas berada di nomor sembilan di dunia. Produk karet nomor urut dua di dunia. Kelapa nomor satu di dunia. Ikan dan udang nomor dua di dunia. Kopi nomor tiga dan teh nomor lima di dunia. Untuk rotan nomor satu di dunia dan produsen kakao nomor tiga di dunia.

Ini sungguh merupakan potensi industri agro Indonesia yang luar biasa. Ke depan, potensi pengembangan industri agro sangat besar. Industri agro merupakan industri andalan masa depan, karena didukung oleh sumber daya alam yang cukup potensial berasal dari sektor pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan.

Hanya sayangnya, hilirisasi produk agro terkendala pada produktivitas dan kontinuitas pasokan bahan baku yang masih rendah. Namun dalam rangka pengembangan industri agro juga membutuhkan bahan baku impor. Ini akibat tidak tersedia di dalam negeri. Atau tersedia, namun jumlah tidak memenuhi kebutuhan. Misalnya; jagung, kedelai, bawang, daging sapi, gula, beras dan ubi kayu terpaksa Indonesia membuka keran impor.

Perlu dicatat, Kontribusi industri agro terhadap industri nasional mencapai 43,49% jika dibandingkan dengan komoditi-komoditi lain. Berikutnya pada triwulan kedua 2014 sudah meningkat menjadi 45,83%.

Nilai ekspor industri agro pada periode Januari-Juni 2014 sebesar USD 17,13 miliar, meningkat secara signifikan sebesar 8,3 persen dibanding periode yang sama pada tahun 2013 dan memberikan kontribusi sebesar 35,21% terhadap ekspor industri pengolahan nasional.

Sesungguhnya, pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku industri agro mempunyai efek berganda yang begitu luas. Di antaranya penguatan struktur industri, peningkatan nilai tambah, pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya. Selain, pengembangan wilayah industri, proses alih-teknologi, perluasan lapangan kerja, penghematan devisa, perolehan devisa, dan peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah.

Di Provinsi Jawa Timur, industri agro termasuk dalam ranah industri andalan. Begitu juga dengan program industri agro secara nasional untuk 20 tahun mendatang. Untuk itu, dalam rangka mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi dari sektor industri agro adalah pengembangan hilirisasi dan diversifikasi produk.

Kebijakan fiskal dan penyediaan infrastruktur termasuk listrik dan gas bumi. Jangka panjang peningkatan R&D dan sumber daya manusia, kemudian pengembangan mesin pengolahan.

Industri prioritas agro dibagi ke dalam lima kelompok yaitu industri pangan, penyegar, pakan, oleokimia, pengolahan hasil hutan dan perkebunan. Industri pangan meliputi pengolahan ikan dan hasil laut, pengolahan susu, pengolahan minyak nabati, industri tepung, gula dan pengolahan buah. Industri bahan penyegar yakni pengolahan kakao, kopi dan teh. Industri oleokimia dari minyak sawit.

Disamping itu, pengembangan komoditi pangan yang sudah dapat berjalan dengan baik yaitu minyak sawit mentah (CPO),kakao,kelapa dan kopi. Masih diperlukan pengembangan produk pangan dalam katagori yang perlu diusahakan seperti ubi kayu, jagung, beras dan daging melalui pengembangan rantai nilai komoditi itu, seperti diversifikasi produk serealia dan umbi-umbian dalam mendukung pengolahan ketahanan pangan nasional.

Dicontohkan, tepung mocaf adalah tepung singkong yang telah dimodifikasi dengan perlakuan fermentasi. Sehingga dihasilkan tepung singkong dengan karakteristik mirip terigu yang dapat digunakan sebagai bahan pengganti terigu atau campuran terigu 30%–100%.

Ini sebenarnya dapat menekan biaya konsumsi tepung terigu 20-30%. Dibandingkan dengan tepung singkong biasa atau tepung gaplek, tepung mocaf memiliki performansi yang lebih baik yaitu lebih putih, lembut dan tidak bau apek.

Terdapat juga beras analog. Beras ini adalah salah satu alternatif terobosan untuk mendukung program diversifikasi pangan. Beras Analog merupakan pembuatan beras buatan dari berbagai tepung-tepungan lokal dan umbi-umbian. Bentuk beras menjadi penting karena pola mengkonsumsi nasi sudah menjadi sebuah tradisi atau kebiasaan yang sangat sulit digantikan pada pola makan masyarakat Indonesia.

Beras Analog yang dihasilkan bisa juga dimanfaatkan untuk program fortifikasi pangan dalam upaya untuk mengatasi masalah malnutrisi dengan menambahkan beberapa mikronutrien penting ke dalam Beras Analog seperti vitamin A dan E serta zat besi.

Beras Analog juga bisa berfungsi sebagai pangan fungsional untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah. Mengingat beras ini memiliki indeks glikemik yang rendah karena mengandung amilosa yang sudah teretrogradasi.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan industri agro adalah bahan baku. Produktivitas dan kontinuitas pasokan bahan baku masih rendah, akibat kepemilikan lahan petani yang kecil dan tersebar. Selain lahan yang bersaing dengan tanaman pangan lainnya. Kemudian aspek pasca panen dan pengolahan, karena teknologi pengolahan produk masih tradisional dan belum adanya standarisasi bahan baku yang seragam.

Selain itu, aspek kelembagaan dan jaringan pemasaran. Belum dikenalnya produk tepung mocaf dan beras analog di masyarakat. Harga tepung mocaf maupun beras analog lebih mahal bila dibandingkan dengan tepung terigu, beras sehingga tidak kompetitif.

Industri pengolahan kelapa sawit merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai tambah tinggi. Pemanfaatan CPO selama ini digunakan oleh industri dalam negeri sebagai bahan baku industri turunan CPO yang masih terbatas pada minyak goreng, margarin, shortening dan CBS. Namun belakangan sudah berkembang ke non-pangan yakni oleokimia dan biodiesel.

Indonesia merupakan produsen CPO dan minyak inti sawit (CPKO) terbesar di dunia, dengan produksi CPO lebih dari 30 juta ton (CPO dan CPKO). Pada tahun 2020 ditargetkan akan mencapai 40 juta ton.

Awalnya, beberapa industri pengolahan dalam negeri gulung tikar lantaran kekurangan bahan baku biji kakao. Akibat adanya program hilirisasi kakao industri olahan hidup kembali. Kapasitas produksi industri pengolahan kakao meningkat signifikan dari 306.500 ton menjadi 400.000 ton atau naik 31%.

Indonesia merupakan negara produsen kakao nomor tiga di dunia dengan total produksi pada tahun 2013 mencapai 450 ribu ton atau 10% dari produksi kakao dunia sekitar 4 juta ton. Ekspor kakao setiap tahunnya mencapai 80% dari total produksi nasional. Pada tahun 2020 prediksi produksi kakao akan mencapai 2 juta ton.

Sementara produk turunan kakao yang potensial dan selalu dinantikan pasar untuk dikembangkan di masa mendatang adalah cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, cocoa powder, makanan dan minuman olahan dari cokelat. (*)

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim