Badan Tenaga Nuklir Nasional Pamerkan Beras Nuklir

Varietas padi unggulan hasil mutasi radiasi BATAN. foto:dokliputan6

Pro Kontra Teknologi Irradiasi pada Bahan Pangan Terus Bergulir

Beras nuklir dipamerkan. Bukan produk dari Kementerian Pertanian, tetapi dari BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional). Akibat itu berbagai pihak tersulut untuk bertanya. Amankah bagi kesehatan manusia?

Seperti diberitakan laman Agrofarm pro kontra penggunaan teknologi irradiasi pada bahan pangan terus bergulir. Sejumlah penelitian menyebutkan sangat berdampak terhadap kesehatan  manusia.  Dari  kematian dini, kanker, disfungsi reproduksi, ketidaknormalan kromosom, kerusakan liver, serta kurang gizi dan vitamin. Pada anak-anak di India yang mengonsumsi gandum irradiasi ditemukan kelainan kromosom.

Walaupun pengusaha produk makanan di tanah air belum memaksimalkan teknologi iradiasi makanan, bukan berarti pasar Indonesia bebas dari produk makanan irradiasi. Buah dan sayuran impor yang ada di pasar dan supermarket sebagian besar telah melalui proses irradiasi untuk memperpanjang masa simpan.

Syarat batas aman dosis irradiasi makanan telah diatur secara internasional. Misalnya, dosis untuk buah dan sayur di bawah 2 kGy, dosis untuk daging 3-7 kGy, sedang dosis untuk herbal kering dan bumbu di atas 10 kGy (masih aman karena dalam penggunaannya untuk masak hanya digunakan sedikit). Di setiap negara, termasuk Indonesia, telah secara khusus mengatur ketentuan mengenai irradiasi makanan.

Menurut aturan internasional, produk makanan yang diirradiasi harus menyertakan logo radura pada kemasannya sebagai penanda. Sehingga konsumen tahu apa yang dikonsumsinya. Di negara-negara maju konsumen telah sangat peduli terhadap produk yang dikonsumsi. Terlepas dari pro kontra produk makanan irradiasi, bagaimanapun juga irradiasi bukan hal ilegal.

Namun, sudah seharusnya juga masyarakat Indonesia yang semakin cerdas dewasa ini berhak tahu apakah produk yang dibeli melalui proses langsung irradiasi atau tidak. Setelah mengetahui kekurangan dan kelebihan teknologi irradiasi, biarlah konsumen sendiri secara sadar memutuskan apa yang dikonsumsinya.

Pada tahun 2009 diketahui 90 ekor kucing jatuh sakit di Australia, 40 ekor harus di-uethanasia karena mengalami kelumpuhan parah. Seorang dokter hewan di Sidney bernama Georgina Child, akhirnya menyimpulkan, peristiwa itu disebabkan oleh makanan kucing asal Kanada bermerek Orijen yang diirradiasi nuklir.

Sesuai regulasi karantina Australia, makanan hewan impor harus diirradiasi dengan level 50 Gy terlebih dahulu begitu tiba di Negara Kanguru tersebut. Sejak kejadian fatal itu, pemerintah Australia melarang irradiasi makanan kucing.

Teknologi irradiasi makanan menggunakan cobalt atau cesium pada dasarnya bertujuan untuk mengawetkan makanan dengan cara mencegah bertumbuhnya bakteri patogen dan virus. Ini untuk memperlambat pembusukan, dan masa simpan makanan menjadi lebih panjang.

Teknologi ini pertama kali muncul di Jerman pada tahun 1896, baru pada tahun 1920-an teknologi ini digunakan. Amerika Serikat juga melirik teknologi irradiasi makanan tersebut dan tertarik untuk menggunakannya terutama untuk keperluan irradiasi ransum militer pada tahun 1950-1960. Sejak lebih dari 50 tahun yang lalu Food and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat telah menyetujui irradiasi sayur, buah dan daging.

Menurut data yang dilansir dari sebuah lembaga pengetahuan dan teknologi makanan IFST (Institute of Food Science & Technology) yang berbasis di Inggris, diketahui di dunia ada 380 ribu ton makanan yang diirradiasi (2009). Di AS sekitar 120 ribu ton makanan diirradiasi (2009), China sebagai negara terbesar di Asia Pacifik yang memanfaatkan teknologi ini mengirradiasi sekitar 200 ribu ton makanan (2009), dan  Uni Eropa (UE) sekitar 8.100 ton (2011).

Didukung oleh badan kesehatan dunia WHO, FAO dan Codex Alimentarius, hingga saat ini lebih dari 50 negara menerapkan teknologi irradiasi pada lebih dari 60 jenis produk makanan. Termasuk di dalamnya adalah buah, sayur, daging, dan bumbu dapur.

Organic Consumer Association (OCA), yaitu asosiasi konsumen makanan organic, menentang  irradiasi makanan. Menurutnya, irradiasi sayur dan buah hanya akan menguntungkan pihak pengemas dan penjual saja, bukan menguntungkan petani atau konsumen. Karena dengan irradiasi OCA percaya, bahwa konsumen menerima produk tidak bermutu. Tampak segar walaupun telah kehilangan vitamin dan enzim.

Kendati FDA telah menyatakan, bahwa irradiasi makanan aman 100%, OCA menemukan, dalam banyak riset ditemukan beragam dampak makanan irradiasi pada hewan. Termasuk kematian dini, kanker, disfungsi reproduksi, kerusakan liver,  ketidaknormalan kromosom, serta kurang gizi dan vitamin. Pada anak-anak di India yang mengonsumsi gandum irradiasi ditemukan kelainan kromosom.

Organisasi kesehatan berbasis pengetahuan Natural News menyatakan, bahwa irradiasi makanan akan membunuh bakteri baik dan bakteri jahat. Bahkan ada pula peluang bakteri yang bertahan dalam proses irradiasi akan bermutasi dan tahan radiasi. Akibatnya irradiasi tidak lagi efektif, selain dapat pula terbentuk bakteri yang tahan antibiotik.

Dikutip dari halaman Natural News, peneliti dari Brown University Dr Geraldine Dettman menyatakan, bahwa radiasi bersifat karsinogen, mutagen, dan teratogen. “Pada dosis 100.000 rads (1 kGy) pada buah dan sayuran, sel buah dan sayuran akan terbunuh, dan kebanyakan telur hama akan mati. Tapi jamur, bakteri dan virus yang tumbuh pada buah dan sayur tidak akan terbunuh. Mereka akan bermutasi, dan bahkan menjadi lebih berbahaya,” jelas Dettman.

Tidak Semua Jenis Makanan

Proses irradiasi makanan memang dapat membuat makanan menjadi lebih higienis dan bertahan lama. Tapi proses tersebut juga mengurangi nilai gizi makanan. Natural News menyatakan paparan, sinar irradiasi dapat merusak 5-80% vitamin A, B kompleks , C, E, dan K serta  nutrisi yang ditemukan di beragam makanan. Sebagai contoh, telur yang diirradiasi kehilangan 80% vitamin A dan jus jeruk kehilangan 48 persen beta karotin.

Kanada melalui CFIA (Canadian Food Inspection Agency) mengijinkan irradiasi hanya pada produk makanan bawang, kentang, tepung, bumbu dapur dan bumbu kering. Sedangkan FDA US mengijinkan irradiasi hampir untuk semua produk makanan, termasuk daging, unggas, kerang, buah dan sayur. Di China juga hampir semua produk makanan boleh diirradiasi. Beberapa negara di Asia Tenggara juga telah banyak menggunakan teknologi irradiasi ini.  Di Indonesia, teknologi irradiasi belum banyak dimanfaatkan perusahaan.

Lain halnya dengan di UE. Kebanyakan negara di Eropa hanya membatasi irradiasi makanan pada produk herbal dan bumbu dapur. Beberapa negara seperti Belgia, Perancis, Belanda, dan Inggris memperbolehkan irradiasi pada jenis makanan lain.

Tetapi Jerman, Denmark, dan Luxemburg, ketiga negara tersebut tetap membatasi pada bahan makanan sekunder seperti herbal kering dan bumbu dapur. Aturan mengenai irradiasi di Eropa terbatas hanya bila dibutuhkan, tidak berbahaya, menguntungkan konsumen dan tidak digunakan sebagai pengganti GMP (Good Manufacturing Product). (*/idi)

Komentar Pembaca

  1. bukan salah teknologinya. Karena semuanya tergantung pada kebijakan “the man behind the gun”-nya. Masalah pangan bukan hanya urusan produsen dan konsumen. Namun lebih dari itu, kontrol negara (pemerintah) yang bijak terhadap penggunaan teknologi nuklir ini akan lebih dapat melindungi kualitas kesehatan masyarakatnya (sebagai konsumen), dengan tanpa mengabaikan kepentingan pengusaha industri makanan (sebagai produsen).
    Jika memang beras hasil irradiasi yang diproduksi BATAN adalah aman dikonsumsi dan dapat membantu krisis pangan di indonesia, maka tidak ada salahnya beras tersebut diproduksi secara masal. Meskipun demikian, pemerintah harus mengedukasi masyarakat terlebih dahulu tentang teknologi nuklir, khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi nuklir untuk bahan pangan.

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim