Sumber Daya Air Terancam Iklim Ekstrem

Program Unggulan Gubernur Jawa Timur. foto:dok

Perubahan iklim secara ekstrim yang terjadi akhir-akhir ini menjadi ancaman tersendiri terhadap ketersediaan air bersih. Untuk itu kelestarian terhadap sumber daya air (SDA) demi menjaga kualitas, kuantitas, dan keberlanjutannya harus diupayakan maksimal.

Pelestarian DAS itu harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS). Ini bukan pekerjaan mudah dan hal ini membutuhkan dukungan dan kerjasama pemerintah, organisasi lingkungan, dan juga masyarakat luas.

Dalam pengelolaan SDA, kunci terpenting adalah pengetahuan mengenai karakteristik dan sistem SDA itu sendiri. Misalnya dari mana air tersebut berasal, seberapa jumlahnya, siapa saja penggunanya, dan lain sebagainya. Pengetahuan yang cukup akan mempermudah dalam pengelolaan agar SDA tetap lestari.

Pakar Lingkungan Ecosystem Services Specialist di World Agroforestry Centre, Beria Lemona menjabarkan bahwa curah hujan juga mempengaruhi semakin berkurangnya air bersih dan bertambahnya frekuensi banjir. Dari analisis data historis, diketahui pola dan kuantitas curah hujan yang tidak teratur merupakan konsekuensi dari perubahan iklim global.

Namun, hubungan sebab akibat antara pola hujan dengan perubahan iklim global belum dapat diprediksi secara tepat karena keterbatasan alat dan teknologi permodelan untuk mendeteksi pola hujan dan iklim global.

Dia menambahkan, pengetahuan mengenai kelestarian lingkungan hidup merupakan kombinasi dari tiga aspek. Pertama, opini public secara umum berdasarkan persepsi. Kedua, kearifan lokal yang berasal dari sejarah dan pengalaman panjang untuk kelangsungan hidup. Ketiga, kajian dan permodelan berdasarkan analisis pola dan proses ilmiah.

“Kombinasi tidak seimbang dari ketiga aspek tersebut sering kali menghasilkan kebijakan yang tidak akurat dalam pelestarian lingkungan. Sebagai contoh, persepsi bahwa semua masalah DAS dapat diselesaikan dengan penanaman pohon tanpa mengkaji lebih lanjut akar permasalahan,” jelas Leimona.

Permasalahannya, pengambilan data dan analisis di tingkat lokal sering kali diabaikan karena dianggap terlalu rumit, kontekstual dan kurang representative. Sehingga solusi yang ditawarkan tidak sesuai dengan kondisi lapangan dan akhirnya tidak efektif.

Klarifikasi berbagai informasi tersebut sangat penting dalam mengarahkan kebijakan dan menstrukturkan institusi lingkungan, serta dalam menghasilkan skema invotif pengelolaan lingkungan. Contohnya skema insentif dan pembayaran dan koinvestasi berbagai pihak dalam menjaga kelestarian lingkungan, terutama air dan fungsi DAS. (*/agm)

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 4488. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim