Era Baru Parasamya Purnakarya Nugraha Pasca 18 Tahun Otonomi Daerah

Ilustrasi

Delapan belas tahun sudah penyelenggaraan otonomi daerah berjalan. Banyak lubang, banyak jebakan dan seterusnya. Terseok-seok, merangkak, berjalan, sudah cukup baik, kemudian baik dan berikutnya pasti mampu mencapai sempurna. Sempurna seperti yang diidamkan masyarakat Indonesia pascakepemimpinan sentralistik sebelum reformasi datang.

Untuk menuju baik hingga mencapai tingkat sempurna terkait otonomi daerah Kementerian Dalam Negeri banyak melakukan upaya. Kerja keras, dan seterusnya. Melakukan evaluasi kinerja daerah dan seterusnya. Hasilnya, terdapat daerah yang mendapatkan predikat sangat tinggi, sedang, dan rendah. Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan kesempurnaan itu, Kepada daerah  yang mendapat predikat sangat tinggi tiga tahun berturut-turut, pemerintah akan memberikan penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha.

Samkaryanugraha Parasamya Purnakarya Nugraha bukanlah penghargaan baru sebenarnya. Penghargaan ini ada di masa Orde Baru. Penghargaan ini juga pernah diberikan kepada daerah-daerah yang berhasil  dengan baik menjalankan rencana pembangunan lima tahun berturut-turut. Singkatan populernya saat itu adalah Repelita. Penghargaan Samkaryanugraha Parasamya Purnakarya Nugraha ini kemudian menghilang ketika memasuki reformasi berlangsung dan Repelita terkubur bersama datangnya era reformasi itu.

Dulu, saat itu Orde Baru, Penghargaan Samkaryanugraha Parasamya Purnakarya Nugraha ini selalu ditunggu momentumnya. Menjadi rebutan daerah-daerah dan provinsi. Menjadi alat, menjadi bagian untuk mendekati kekuasaan. Mendekati Soeharto saat itu. Sebab itu, daerah-provinsi berlomba untuk menjadi yang terbaik karena dengan menjadi terbaik akan mampu “bargandeng renteng” dengan Soeharto. Minimal menjadi cap bahwa daerah tersebut sangat nurut dengan program Repelita.

Zaman Repelita itu sudah lama lewat. Namun semangat Samkaryanugraha Parasamya Purnakarya Nugraha bolehlah diadopsi. Menyitir Wikipedia Parasamya Purnakarya Nugraha berarti Anugerah atas pekerjaan yang baik atau sempurna untuk kepentingan semua orang dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Jadi, banderol menjadi yang terbaik tidak adil rasanya kalau ikut “tenggelam” bersama Repelita. Tentu saja banderol terbaik ini harus beriring dengan semangat dan kinerja penilaian yang meninggalkan paradigma lama.

Dalam puncak perayaan Hari Ulang Tahun ke-18 Otonomi Daerah, sebagai bagian dari rangkaian acara ulang tahun otonomi daerah yang pelaksanaannya pada 25 April 2004 di Istana Negara, Samkaryanugraha Parasamya Purnakarya Nugraha itu kembali diberikan. Penilaiannya  berdasarkan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) 2009, 2010, 2011, dan 2012. Indikatornya ada ratusan, tetapi intinya adalah keberhasilan daerah menjalankan 34 urusan pemerintahan yang didesentralisasi.

Melansir Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, penghargaan pertama kali di era Otonomi Daerah ini dianugerahkan kepada 10 daerah yang dinilai sukses menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, dan membina masyarakat. Jawa Timur adalah salah satu Provinsi yang menerima pengharhaan tersebut. Penghargaan diserahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  kepada gubernur, dan gubernur yang menyerahkannya kepada bupati atau walikota. Anugerah yang diterima Provinsi Jawa Timur berikut Kabupaten Jombang dan Kabupetan Pacitan ini tentu akan membangkitkan motivasi kab/kota lain di Jawa Timur untuk selalu berkompetisi dalam memperbaiki penyelenggaraan pemerintahannya.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perubahan penyelenggaraan pemerintahan daerah dari sentralisasi menjadi desentralisasi ini bertujuan mempercepat tercapainya tujuan pemerintahan, yaitu mensejahterakan rakyat, memantapkan demokrasi, dan memperbaiki pelayanan terhadap masyarakat yang merata di seluruh Indonesia.

Fakta bahwa negara luas seperti Indonesia dan memiliki beragam budaya serta bahasa tentu tidak mungkin dikelola secara sentralistik. Daerah yang tahu bagaimana menyelesaikan masalah yang ada, daerah pula yang tahu potensi untuk dikembangkan demi kesejahteraan rakyat.

Dengan otonomi daerah, Pemerintah Pusat mendelegasikan kewenangannya kepada pemerintah daerah, kecuali enam kewenangan absolut (urusan hubungan luar negeri, pertahanan, keamanan, fis­kal dan moneter, peradilan, dan agama).

Pemerintah Pusat juga memberikan dana transfer kepada pemerintah daerah sejumlah Rp 600 triliun setiap tahun untuk melaksanakan kewenangan itu. Kalau kewenangan sudah diserahkan ke daerah, ditambah dengan dana untuk daerah yang semakin banyak, diasumsikan bahwa daerah itu semakin bergairah untuk mensejahterakan masyarakatnya.

Saat ini pemerintah tengah merevisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Ada tiga undang-undang yang dipersiapkan, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta Rancangan Undang-undang Pilkada dan RUU Pemda yang masih dibahas di DPR RI.

Undang-undang Desa yang akan berlaku pada 2015, ini akan dijalankan dengan pola pemberdayaan masyarakat (community base). Pemerintah akan menyediakan dana sebesar Rp 60 triliun (10 persen dari dana transfer daerah) untuk pembangunan desa.

Meskipun memiliki tujuan yang baik, tentu ada dampak yang ditimbulkan. Setiap daerah kini berlomba-lomba membentuk daerah otonomi baru. Sejak 1999, terdapat 220 daerah otonom baru, terdiri dari tujuh provinsi, 213 kabupaten dan kota. Ada kecenderungan pembentukan daerah otonom tidak terkendali. Sekarang di DPR RI sedang diajukan pembentukan 87 daerah otonom baru,” kata Djohermansyah.

Pembentukan daerah otonom baru ini sebenarnya sah-sah saja. Apalagi jika tujuannya untuk mempercepat mencapai kesejahteraan rakyat. Tapi tentu ada syarat yang harus dipenuhi. Syarat itu termasuk diantaranya luas daerah, jumlah penduduk, dan potensi daerah, termasuk kemampuan keuangan daerah. Selamat untuk Jawa Timur.

(Widi Kamidi, Jurnalis dan Sekjend Dewan Kesenian Surabaya)

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim