Mendesak, Pengembangan Infrastruktur Gas Bagi Industri di Jatim

Ilustrasi infrastruktur gas industri (foto: metrotvnews.com)

Meningkatnya produksi gas dari beberapa perusahaan minyak dan gas (migas) menjadikan Jatim menjadi salah satu penghasil gas yang cukup besar saat ini maupun di masa yang akan datang. Namun sayangnya belum semua daerah merasakan murahnya gas yang dihasilkan dari bumi Jatim sendiri.

Padahal harga gas cukup murah dibandingkan sumber energi lainnya seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) maupun listrik yang tahun ini juga mengalami kenaikan hingga 15 persen secara bertahap. Dimana harga gas yang hanya US$8,5 per MMBTU, yang tergolong murah belum bisa dinikmati semua industri di Jatim terutama bagi mereka yang berdomisili di kawasan industri Jombang, Mojokerto, Malang dan Kediri serta Banyuwangi.

“Ini kawasan industri yang menjanjikan dan mampu menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) mereka, jika bisa berkembang pesat. Namun sayang pendukung industri itu sendiri tak tersedia, yakni gas. Kenapa gas tak tersedia karena infrastruktur pipa gas sendiri belum ada ke daerah-daerah itu,” ungkap Dewi J Putriatni, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jatim, Senin (18/11/2013).

Menurut Dewi, saat ini kebutuhan gas di Jatim tak kurang dari 300-400 Million Standard Cubic Feet per Day (MMScfd) dan itu hanya untuk melayani daerah yang sudah ada akses pipanya seperti Surabaya, Sidoarjo dan Gresik. Dan besarnya kebutuhan itu sebenarnya sudah bisa dipenuhi malahan gas yang ada surplus, tetapi tak bisa dialirkan ke kawasan industri lain di Jatim. Apalagi tahun 2016 mendatang Blok Cepu juga akan menghasilkan gas sedikitnya 200 MMScfd.

Lalu apa solusi yang ditawarkan oleh ESDM Jatim sendiri selaku pengambil kebijakan di tingkat Jatim, Dewi meminta agar salah satu BUMN yakni PT Perusahaan Gas Negara (PGN) untuk membangun jaringan gasnya agar bisa mengaliri kawasan industri di luar Surabaya.

“Kami minta PGN lebih memprioritaskan pengembangan jaringan pipanisasinya demi mendukung pengembangan industri di Jatim. Sebab dari catatan BPS Jatim, penyangga ekonomi terbesar justru bukan dari industri melainkan dari perhotelan dan restaurant. Kami ingin industri yang harusnya menjadi penyangga ekonomi terbesar sehingga pertumbuhannya lebih stabil,” jelasnya.

Para pemerintah daerah di kabupaten dan kota penghasil migas pun kini harus mulai melihat potensinya untuk kepentingan Jatim secara menyeluruh. Mengingat saat ini sudah banyak kabupaten dan kota yang memiliki potensi migas berlomba-lomba ingin mengambil bagian agar PAD mereka bisa meningkat.

“Ada yang minta PI dan tak sedikit yang minta alokasi gas. Hal itu boleh-boleh saja selama demi kepentingan PAD, tetapi jangan pula memaksakan diri. Sebab ini bisa jadi bola liar, apalagi kalau daerah tak punya infrastruktur memaksakan diri untuk mengelola gas. Yang ada nanti malah sikut-sikutan,” tegas Dewi.

Dewi pun meminta pemerintah pusat yang selama ini memegang kebijakan langsung atas migas untuk melibatkan Pemprov Jatim mengingat yang tahu dan mengerti kebutuhan gas di Jatim sendiri adalah pemda Jatim sendiri.

“Apalagi kini ada kebijakan kalau gas yang dihasilkan di Jatim tak boleh keluar. Semuanya harus digunakan untuk keperluan pabrik pupuk, PLN dan industri di Jatim,” tandasnya.

(Sumber: kabarbisnis.com)

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim