Petani Garam Tidak Bisa Nikmati Hasil Panen

ilustrasi: tribune news.com

Petani Garam di Jawa Timur kini ibarat menjelang Mati di lumbung Padi. Meski, produksi berlimpah, mencapai 500 ribu ton hingga bulan Oktober ini.
Padahal target konsumsi garam untuk seluruh Indonesia mencapai 1,4 juta ton, bukan tidak mungkin target tersebut akan terpenuhi akhir tahun ini. Namun sayangnya hanya sebagian kecil dari produk mereka yang terserap oleh Industri. Petani garam tidak bisa menikmati hasil panen mereka.
Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam Indonesia (HMPGI), Jawa Timur, Muhammad Hasan saat ditemui Tribun di Jakarta mengatakan, cuaca yang mendukung sepanjang tahun 2012 ini telah memicu meningkatnya produksi garam.
Ia yakin kondisi yang sama juga terjadi pada seluruh petani garam di wilayah Indonesia lainnya.
Peraturan Kementerian Perdagangan Nomor 58/M-DAG/PER/9/2012 mengharuskan Importir Produsen Garam Konsumsi wajib melampirkan bukti serap minimal 50 persen dari perolehan garamnya untuk mendapatkan izin impor garam.
Patokan harga garam rakyat yang ditetapkan pemerintah (HPP) sebesar Rp750 per kilogram untuk kualitas satu (KW-1) dan Rp550 per kilogram untuk KW-2. Namun kenyataannya sepanjang tahun 2012 menurut Hasan peraturan tersebut tidak mampu mengubah hidup para petani garam.
“Pengusaha lebih memilih untuk mengkonsumsi garam impor yang didatangkan dari Australia dan India daripada memanfaatkan garam dari petani local,” katanya.
Garam Impor dipatok paling mahal sebesar RP 600 perkilogram untuk garam KW-1 , maka menurut Hasan wajar saja para pengusaha lebih memilih garam Impor yang harganya lebih murah, walaupun kualitasnya belum tentu lebih baik dari gaam lokal.
Namun demikian, Hasan menyayangkan pemerintah yang seperti membiarkan para pengusaha tidak mengindahkan peraturan yang mendukung peani garam lokal.
Lebih lanjut ia menjelaskan, permasalahan garam Impor ini bermula pada awal tahun saat petani lokal belum mampu memanen garam karena kendala musim, Pemerintah kemudian mengalokasikan impor garam konsumsi nasional tahun 2012 sebesar 533.000 ton.
Tahap pertama (Maret-April 2012) sebesar 300.000 ton dan tahap kedua (Mei-Juni 2012) sebesar 233.000 ton. Hasan berpendapat, kebutuhan Indonesia akan garam pada awal tahun tidak mencapai angka 533.000 ton, karena menjelang Juni petani garam sudah mulai bisa memanen.
“Akhirnya saat petani lokal sudah bisa memanen, garam Impor masih tersedia banyak, dan harganya lebih murah dari garam lokal, wajar saja pengusaha memilih garam Impor karena mereka akan mendapatkan untung lebih banyak, akibatnya garam produksi petani lokal tidak laku, walaupun produksinya berlimpah,” ujarnya.
Hal tersebut membuat para petani di Jawa Timur kesulitan, tidak sedikit pula yang terlilit hutang karena mereka harus menghidupi keluarganya karena produksi garam yang berlimpah tidak bisa diandalkan. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka bukan tidak mungkin industri garam dalam negri akan mati.
“Kalau di Jawa timur saja yang produksi garamnya paling banyak para petaninya kesulitan, bagai mana di wilayah lain, bisa jadi lebih parah kondisinya,” tutur Hasan.
Ia pun memutuskan untuk ke Jakarta, dan menyampaikan aspirasinya kepada Kementerian Perdagangan dan Kementerian Ekonomi, berharap tahun depan pemerintah berhenti mengimpor garam dari luar negri.
“Kalau kondisi yang sama masih berlangsung, jangan salahkan kita kalau kita guyur Istana dengan garam agar pemerintah tahu kalau kita itu surplus garam,” tandasnya. Tribun news.com

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 7257. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim