Berebut Tambang Emas di Tumpang Pitu

ilustrasi : inilah.com

Koran Australia Sydney Morning Herald terbitan 4 Agustus, mengungkap ulah perusahaan tambang Australia Intrepid Mines yang mengaku punya hak hukum atas tambang Tumpang Pitu (Bukit Tujuh) di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Padahal Intrepid belum mengantungi izin pertambangan yang semestinya dimohon oleh perusahaan patungan (PMA) kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam, Kementerian Kehutanan dan bahkan Bupati Kepala Daerah Banyuwangi.

Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Thamrin Sihite mengatakan, perusahaan tambang Intrepid Mines Pty Ltd yang tercatat di bursa Sydney (Sydney Stock Exchange) Australia dan Toronto (Toronto Stock Exchange), Kanada, itu harus memperoleh izin pemerintah pusat.

“Intrepid harus memenuhi Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2012,” katanya di Jakarta, pada Minggu kemarin. Menurut Thamrin, setiap izin usaha pertambangan yang diterbitkan pemerintah daerah dan terdapat kepemilikan asing, harus memperoleh persetujuan pemerintah pusat. Thamrin menambahkan, saat ini, pemerintah tengah membenahi Izin Usaha Penambangan yang di dalamnya termasuk kepemilikan asing.

Kisah kisruh ini bermula dari kerjasama segitiga antara IndoAust (perusahaan yang didirikan oleh pebisnis Australia Paul Willis dan geolog Sam Garrett) yang bekerjasama dengan PT Indo Multi Niaga (milik Maya Ambarsari dan Reza Nazaruddin). Karena kekurangan dana, PT IMN atas prakarsa Paul Willis, menggandeng Emperor Mines yang kemudian berganti nama menjadi Intrepid Mines tersebut.

IMN mengajukan permohonan izin Kuasa Pertambangan (KP) untuk melakukan survei umum di areal seluas 11.600 hektar di kawasan Hutan Lindung Tumpang Pitu kepada Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari pada 2006. KP ini kemudian meningkat menjadi KP Eksplorasi Survei Umum yang ditandatangani Bupati Ratna pada Maret 2006.

Pada Agustus 2006, berdasar “Mining Development Agreement “ IndoAust dan IMN, maka IndoAust mendapat berkah menjadi pengendali efektif IMN kepada Paul Willis sebesar 70% dan mitra Indonesia (Maya dan Reza) sebesar 30%. Bupati Ratna kembali memberikan KP Eksplorasi pada Februari 2007.

Karena merasa duitnya cekak, atas arahan IndoAust, pada Agustus 2007, IMN menggandeng Emperor Mines (perusahan Australia) yang menjelang masuk bursa namanya berganti menjadi Intrepid Mines. Perusahaan publik ini terdaftar di bursa Sydney dan Toronto.

Dalam “Alliance Agreement” antara IMN dan Intrepid, pihak Intrepid diminta menggelontorkan modal sebesar A$50 juta pertama untuk mengembangkan tambang emas bukit tujuh dan mengendalikan kepentingan sebesar 70 persen. Pada Januari 2008, Alliance Agreement ini jatuh tempo dan perjanjian internal itu otomatis berakhir.

Pihak Paul Willis ngotot bahwa perjanjian tersebut berakhir pada 31 Maret 2008, karena Intrepid, menurut Willis, “gagal menyelesaikan dokumen transaksi”. Tentu pernyataan Willis dibantah oleh pihak Intrepid, karena mereka merasa sudah menggelontorkan uang sebesar A$95 juta untuk menjadi perusahaan Penanaman Modal Asing. Dan ternyata sampai sekarang perusahaan PMA itu belum pernah direalisasikan oleh mereka.

Siapa yang benar:Willis atau CEO Interpid Brad Gordon, belum ada yang tahu. Pengadilan Australia atau Indonesia yang akan memutuskan masalah yang bersangkutan dengan perjanjian internal antara Interpid dan IMN.

Tapi perjanjian internal yang tertuang dalam “Mining Development Agreement” atau “Alliance Agreement” terkesan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tak benar-benar berniat merealisasikan keinginan membentuk perusahaan PMA.

Karena itu, ucapan Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Thamrin Sihite, yang menyatakan semua izin penambangan yang melibatkan perusahaan asing harus dimohonkan ke pemerintah pusat, harus menjadi perhatian para investor pertambangan.

Pihak Australia harus mengambil makna dari ulah Intrepid yang mengaku sudah punya hak hukum atas tambang Tumpang Pitu. Jangan sampai timbul gugatan dari para investor dari Bursa Sydney dan Toronto terkait masalah investasi di Tumpang Pitu itu.

Yang masih belum jelas adalah siapakah sebenarnya Maya Ambarsari dan Reza Nazaruddin tersebut? Dan bagaimana sikapnya terhadap Paul Willis yang terjepit di bukit Tumpang Pitu itu? Atau bagaimana nasib Surya Paloh yang diangkat menjadi pemegang saham Intrepid secara mendadak itu? Semuanya masih tanda tanya. inilah.com

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim