Jalur Lintas Selatan Kini Banyak Ditumbuhi Semak Belukar

ilustrasi: surabaya post online

ENTAH mengapa ada dikotomi: utara-selatan. Negara-negara utara dikenal sebagai negara maju, sementara negara-negara selatan (dunia ketiga) termasuk negara berkembang dan tertinggal. Dikotomi itu juga membelah Pulau Jawa, termasuk Jawa Timur. Contoh paling gamblang, betapa infrastruktur jalan-jembatan di jalan Pantura jauh lebih memadai dibandingkan jalur pantai selatan (Pansel).

Komitmen pemerintah pusat, juga propinsi untuk mengangkat wilayah selatan Jawa Timur pun dipertanyakan. ”Ketika pemerintah membangun JLS pada 2002 silam, saat itu kami bermimpi bisa naik bus dari Banyuwangi atau dari Pacitan, turun di depan rumah,” ujar Ichsan Arguanto (82), warga Dusun Meleman, Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, Kabupaten Lumajang.

Veteran 45 yang kini bertani tebu dan buah naga itu berharap, di usia senjanya bisa menyaksikan ”rejone jaman” (kemajuan jaman). ”Akankah saya bisa menyaksikan jalan di depan rumah ini diaspal?” ujarnya.

Impian serupa terbersit di benak Hasan, petani bunga di Wotgalih yang kemudian beralih budidaya ikan. Ratusan petani bunga kamboja, agloenema, dan anthurium gulung tikar ketika aneka bunga yang dulu dipuja-puja itu kemudian tak laku di pasaran. ”Belum sempat saya membuka kebun bunga di pinggir JLS, bunga keburu jeblok. JLS pun kini berubah menjadi semak-belukar,” ujarnya.

Berdasarkan pengamatan, JLS yang dibangun sejak 2002 silam dan telah menghabiskan dana sekitar Rp 7,5 triliun mangkrak. Jalan sepanjang 634.11 kilometer (Km) dari Banyuwangi-Pacitan itu penggarapannya terlihat sporadis.

Di belahan Jember dan Lumajang pun kondisinya berbeda. Pemisahnya jembatan di Kali Bondoyudo, yang membelah wilayah Jember dan Lumajang. Di sisi Jember, JLS sepanjang sekitar 5 Km antara Desa Tempuran, Kecamatan Jombang-Desa Paseban, Kecamatan Kencong sudah beraspal hotmix mulus. Meski hanya 5 Km, menunjukkan jalan di tepi pantai selatan itu patut menyandang status jalan nasional.

Memang akhir-akhir ini ”kegagahan” seruas JLS itu digerogoti abrasi dari air laut. Punggung bukit pasir yang menyokong JLS longsor, sehingga mengancam badan jalan beraspal di atasnya.

Puluhan pekerja dibantu sebuah bego (back hoe) sejak beberapa bulan lalu membuat dinding penahan dari batu gronjong. Dari badan jalan tersebut, deburan ombak di Samudera Indonesia tampak jelas dan terdengar bergemuruh suaranya.

Masih di sisi Jember, badan aspal dari Tempuran itu ”berhenti” di Paseban. Paseban ke timur masih berupa jalan makadam.

Sementara itu di sisi Lumajang, hanya sekitar 500 meter JLS yang beraspal. Itu pun merupakan badan aspal yang menyambung langsung ke Jembatan Bondoyudo.

Setelah ”ekor” jembatan itu, JLS ke arah barat berupa jalan makadam. Di kanan-kiri jalan makadam itu tumbuh semak-belukar setinggi 2-3 meter. ”Kalau menggembala kambing enak, tinggal dilepaskan di JLS dijamin kenyang,” ujar Muhammad, remaja penggembala kambing.

Di belahan barat sejak di Kecamatan Pasirian, Lumajng perpanjangan JLS terkendala lahan Perhutani. Kondisi lereng Semeru dengan kontur naik-turun dipastikan bakal memperlambat penyelesain JLS ruas Lumajang-Malang. Belum lagi jalur maut menuju Pacitan, bakal semakin menguras dana dan waktu penggaran proyek JLS.

Seperti diberitakan Surabaya Post, Minggu (8/4) lalu, pemerintah dinilai tidak serius dalam menyelesaikan JLS. Dana APBN pun baru dikucurkan 10% untuk proyek JLS.

Megaproyek yang digelindingkan sejak 2002 silam dengan menghabiskan anggaran sekitar Rp 7,5 triliun itu belum mampu menyelesaikan separo (50%) proyek JLS dari Banyuwangi-Pacitan. Padahal dulu, proyek JLS itu ditargetkan selesai pada 2014.

”Molornya penyelesaian JLS berisiko terjadi pembengkakan anggaran hingga Rp 30 triliun,” ujar Irwan Setiawan, anggota Komisi D DPRD Jatim. Sisi lain, kucuran anggaran setiap tahun dari pemerintah pusat, tidak sesuai dengan dengan target anggaran.

Dikatakan penyelesaian JLS sangat lambat. ”Pengaspalan baru 12%, badan jalan baru diselesaikan 52%, jembatan 32%, alokasi dana baru 14%,” ujarnya.

Politisi PKS itu menambahkan, jika pembangunan JLS molor sampai 2031, maka estimasinya membawa risiko pembengkakan anggaran hingga Rp 30 triliun. “Jika tidak segera diselesaikan, maka pada tahun 2021 anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 15 triliun, dan pada tahun 2031 membengkak hingga Rp 30 triliun,” imbuhnya.

Secara keseluruhan JLS memiliki panjang 634,11 km. Total kebutuhan lahan proyek JLS seluas 13.515.288,00 m2. Rinciannya, kepemilikan lahan meliputi lahan Perhutani 5.609.420 m2, perkebunan 1.284.240 m2, penduduk sekitar proyek 3.671.908 m2, dan lain-lain seluas 3.156.120 m2.

Pembangunan JLS dimulai sejak era Gubernur Jatim Imam Utomo pada 2002. Delapan daerah yang dilewati JLS adalah Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, Jember dan Banyuwangi.

Menurut Irwan, mestinya ada penjelasan dari pemerintah pusat terkait bagaimana penyelesaian JLS di Jawa Timur. Dengan alokasi anggaran yang linier hingga tahun 2011 ini, maka akan sangat sulit JLS bisa selesai dalam waktu cepat

3 Komentar Pembaca

  1. sya warga asli dsun tmpuran..sbnarnya wrga jga bnyak yg mmpertanyakan knpa di desa tmpuran aspak jl cuma separoh…kyaknya penggarapan jl aspal itu setengah hati..kata warga tmpuran”mosok embong kedol di aspal lah embong lor kpan di aspal…watune mringis2 ngunu…di tmbah bleduke nk knek angen mlah dk karu2an…”bgitu ujarnya

  2. Saat ini saya lagi meneliti (walau hanya sangat sederhana…) potensi ikan di sungai Bondoyudo dan kali Bedadung Jember. Ikan-ikan endemik kali tersebut yang dapat dibudidayakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Alangkah terbantunya apabila JLS untuk wilayah Jember dapat diselesaikan ………………semoga

    • kalau JLS selesai maka berpotensi merusak ekosistem Sungai Bondoyudo

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim