50% Dokter Spesialis Terpusat di Surabaya

ilustrasi: ceceem.blogspot.com

Tidak meratanya penyebaran dokter spesialis termasuk salah satu penyebab meningkatnya angka kematian ibu (AKI) di Jawa Timur. Hal ini dibenarkan dr. Budi Rahaju, MPH, Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur, “Salah satu penyebabnya memang betul karena itu, selain pastinya kondisi medis dan kondisi sosial,” ujarnya, Rabu (18/4).
Menurut pendataan Dinkes Jatim, sebanyak 50 persen dokter spesialis terpusat di Surabaya. Hal ini, ungkap Budi, disebabkan adanya otonomi daerah, sehingga pemerataan masih sulit dikendalikan.
Saat ini, Surabaya dijadikan model untuk mengkaji penyebab utama meningkatnya AKI. Ini dilakukan karena Surabaya merupakan kota dengan angka kematian ibu terbesar kedua setelah Jember. Pendataan AKI dilakukan berdasarkan laporan dari masing-masing kabupaten kota. Laporan ini mencakup laporan berbasis fasilitas dan laporan masyarakat. “Meskipun tidak ada laporan langsung, misalnya ada bancakan orang meninggal harus dilacak, jika termasuk kematian ibu, diaudit,” ujar Budi.
Hingga saat ini Dinkes Jatim bersama dengan para dokter ahli dan organisasi masyarakat (ormas) sedang me-review kasus demi kasus. Mekanisme rutinnya, setiap kasus kematian ibu diaudit dengan melibatkan fakultas kedokteran, organisasi profesi juga lintas sektor yang terkait, termasuk ormas.
Kematian ibu pada saat melahirkan bukan semata-mata peristiwa medis, tapi juga peristiwa sosial. Penyebab medis sudah bisa dipastikan akibat pendarahan, hipertensi saat kehamilan, penyakit jantung dan infeksi.
Namun kondisi medis tidak akan muncul tanpa ada pengaruh dari kondisi sosial dan minimnya pelayanan kesehatan. “Pendarahan karena ibunya kurang gizi. Kenapa kurang gizi, karena suaminya di-PHK, keuangan buruk, selalu berkaitan,” jelasnya.
Minimnya praktik spesialis kebidanan dan penyakit kandungan pun termasuk faktor meningkatnya AKI. Maka itu, tidak bisa dipastikan berapa banyak kematian ibu yang disebabkan peristiwa medis, non medis maupun terkait masalah pelayanan. Tiap kasus harus dirunut ke belakang untuk bisa menyimpulkan pangkal penyebabnya.
Hingga saat ini, upaya yang dilakukan Dinkes Jatim terkait pemerataan dokter spesialis masih sebatas melakukan sejumlah pertemuan dengan pihak terkait. “Kami sudah melakukan beberapa kali pertemuan dengan organisasi profesi yaitu para spesialis ini, untuk mencari bentuk yang mudah diterima oleh kedua belah pihak,” paparnya.
Pertemuan itu antara lain mencakup pembicaraan mengenai bagaimana menciptakan kondisi yang aman dan nyaman bagi dokter spesialis untuk tinggal di daerah. “50 persen (dokter spesialis) yang di Surabaya itu swasta, jadi mereka ya suka-suka saja mau praktik di mana,” ujarnya. surabaya post online

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim