Lahan Pertanian Jatim Menyusut 879,3 Ha/Tahun

ilustrasi

Makin banyaknya bisnis perumahan membuat lahan pertanian sedikit demi sedikit mulai tergusur. Pembangunan realestate di Jawa Timur merupakan bukti bahwa kepadatan masyarakat Jatim semakin tinggi. Tuntutan akan tempat tinggal tidak bisa dihindari sementara lahan tidak mungkin dapat dimekarkan. Akibatnya peralihan status tanah menjadi pilihan yang sulit untuk terelakkan.

Ketua Komisi B DPRD Jatim Agus Dono Wibawanto menjelaskan, dari segi ketahanan pangan terjadi penurunan kontribusi pertanian Jatim terhadap perekonomian nasional. Salah satu penyebabnya adalah pertumbuhan produksi pertanian masih terlalu berbasis pada kesediaan lahan.

“Selama ini beberapa kegiatan properti dengan pengembangan hunian melalui realestate berdampak berubahnya fungsi lahan. Dari lahan pertanian, peternakan atau lahan produktif menjadi lahan kering untuk hunian atau tempat tinggal,” uajanya. Dirinya menambahkan hal ini yang perlu disadari, dan kita khawatir jika lahan pertanian produktif beralih fungsi menjadi lahan perumahan apalagi digunakan untuk industri.

Selama lima tahun terakhir, mulai 2006-2011, alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian berupa perumahan atau bangunan di Jatim rata-rata seluas 879,9 hektare, industri terhitung ratusan hektar. Kemungkinan tahun 2012 ini lahan petani semakin menyempit karena terjual untuk pendirian bangunan,” tuturnya.

Agus Dono mencontohkan, Surabaya yang dulunya masih banyak lahan pertanian, kini telah banyak bangunan yang berdiri diatas lahan petani tersebut. Pembangunan infrastruktur Surabaya sudah mencapai 8 persen lebih dari kepadatan infrastruktur Jatim. “Beralihnya fungsi lahan pertanian ke non-pertanian yang tidak dimbangi pembangunan irigasi akan mempengaruhi perkembangan areal pertanian, sehingga menjadi kendala bagi peningkatan ketahanan pangan Jatim,” terangnya.

Disisi lain, hal ini juga dipengaruhi oleh meningkatnya penduduk, sehingga luas kepemilikan lahan bergeser dari lahan pertanian ke non pertanian. Dari segi kependudukan saja sudah timbul ketidakmerataan. Sebagian besar terkonsentrasi di Surabaya sebesar 18,88 persen, Sidoarjo 10,83 persen, sementara kabupaten/kota lainnya memiliki jumlah penduduk dengan proporsi kurang dari 6 persen.

β€œIni harus menjadi perhatian, karena semakin menyempitnya penguasaan lahan dapat berakibat sempitnya skala usaha tani, dan hasil usahanya juga akan kecil,” tegasnya.
Maka potensi-potensi pertanian tersebut harus dikelola dengan optimal melalui pengembangan berdaya saing tinggi diantaranya melalui pengembangan agrobisnis. Pemerintah dapat membuat rumah susun untuk meminimalisasi penyempitan lahan petani akibat banyaknya bangunan yang berdiri. Begitu juga halnya pendirian gedung, pemerintah harus lebih memperketat pengeluaran surat ijin mendirikan bangunan.
Data dari Dinas Pertanian (Dispertan) Surabaya, lahan pertanian di Surabaya tinggal 1.600 hektare. Dan, dari sisa tersebut, 70 persennya sudah dikuasai pengusaha properti. Artinya, lahan pertanian semakin tahun bakal semakin habis menyusut.

Kondisi ini tidak dipungkiri Samsul Arifin, Kepala Dispertan Surabaya. Bahkan, perkiraannya dalam 24 tahun ke depan lahan pertanian di Surabaya bakal habis dan beralih fungsi menjadi permukiman, apartemen, mal ataupun lainnya.

Ia mengasumsikan, kalau rata-rata lahan susut 66 herktare per tahun, artinya dalam 24 tahun lahan pertanian di Surabaya bakal habis. Ia mencontohkan, alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan, seperti di Kelurahan Made Kecamatan Sambikerep, Lakarsantri, Benowo, Pakal, Keputih, Sukolilo, Rungkut dan lainnya.

Daerah di kawasan Surabaya Barat itu, hampir 90 persen lahan pertanian sudah dikuasai pihak pengembang perumahan, seperti Citraland. Sementara di kawasan Bringin lahan pertaniannya juga sudah banyak dikuasai PT Sinar Galaxy. surabaya post online

Komentar Pembaca

  1. Untuk mengurangi alih fungsi lahan yang semakin besar, sebaiknya ijin pendirian properti atau industri di Surabaya dibatasi atau di stop dulu. Jumlah penduduk tidak seimbang dengan luas lahan yang ada

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim