Dikembangkan Budidaya Kedelai di Hutan Jati

ilustrasi

Balai penelitian tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian (Balitkabi) di Kendalpayak, Kabupaten Malang, Jawa Timur, mengembangkan budidaya kedelai di kawasan hutan jati di Jatim menggunakan sistem tumpangsari.

Varietas unggul kedelai yang dibudidayakan itu diantaranya kedelai berumur genjah 78 hari yaitu Grobogan dan Argomulyo. Selain itu juga varietas kedelai berumur sedang 85 hari yaitu Anjasmoro, Kaba, Wilis. Kepala Balitkabi M Muchlish Adie kepada Media Indonesia, mengatakan budidaya kedelai di sela tanaman jati di kesatuan pemangku hutan (KPH) Ngawi sudah dilakukan sejak Februari-April 2011.

Kegiatan ini bekerja sama dengan lembaga masyarakat desa hutan Wonodadi Lestari di Desa Jenggrik, Kecamatan Kedunggalar, Ngawi, Jatim, seluas 6,5 hektare (ha) melibatkan 17 petani pesanggem (penggarap).

Sedangkan pohon jati di kawasan itu sudah berumur 3-4 tahun dengan ketinggian 4-7 meter, dan jarak tanam 3 meter x 3 meter. Untuk tingkat naungan 34,3% sampai dengan 37,4%.

Hasilnya sangat menggembirakan bahwa panen varietas Kaba, Argomulyo dan Wilis masing-masing sebanyak 1,8 ton per ha, dengan bobot 100 biji tiga varietas itu 10 gram sampai dengan 18 gram. “Sehingga pertumbuhan dan komponen hasilnya cukup baik,” tegasnya.

Hasil panen kedelai itu kemudian dibeli oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi seharga Rp7.500 per kilogram untuk selanjutnya dikembangkan lagi untuk benih pada musim tanam selanjutnya.

Setelah hasilnya dinilai sangat bagus, kata dia, dikembangkan lagi gelar teknologi budidaya kedelai pada musim hujan 2011/2012 di hutan jati KPH Ngawi petak 57F dan 58B dengan umur tanaman jati 1 tahun di Desa Sidolaju, Kecamatan Kedunggalar, seluas 8,5 ha.

Varietas kedelai yang dibudidayakan adalah Anjasmoro (1 ha), Grobogan (1,9 ha), Argomulyo (2,6 ha), Burangrang (1 ha), Wilis (1 ha) dan Kaba (0,9 ha).

Ia mengungkapkan perkiraan hasil panen mencapai 1,5 ton per ha, maka dari luasan 8,5 ha akan diperoleh benih kelas FS sebanyak 8.500 kg.

Dengan demikian total benih kedelai kelas FS yang akan tersedia untuk musim tanam Februari-Mei 2012 adalah 11.500 kg, cukup untuk tanam kedelai seluas 230 ha.

Hal itu masih ditambah bantuan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian berupa benih kedelai kelas FS sebanyak 3 ton varietas Grobogan, Argomulyo, Burangrang, Kaba, dan Wilis.

Ia menyatakan selama 2010 dan 2011 terdapat 7.430 ha lahan hutan di Jatim sudah ditanami kedelai diantaranya di Ngawi, Padangan, Bojonegoro, Banyuwangi, Jember, dan Blitar. “Mendatang akan dikembangkan lagi di kawasan hutan kayu putih di Ponorogo,” katanya.

Tumpangsari tanaman kedelai di hutan jati ini memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, sekaligus menyuburkan tanaman jati. mIcOm

Komentar Pembaca

  1. mngkin sistem penanaman kedelai di daerah malang mngutungkan bagi masyarakat karna sistem penanaman yang dilakukan tanpa merusak habitat hutan jati d sekitarx. tapi9 saya melihat di daerah banyuwangi seletan mengpa hutan jati yang bru membesarkan pohonx dan merindangkan daun mlah ditebang demi kegiatan pertanian oleh warga …….padahal klu saya lihat.. hutan itu sangat dekat dengan laut… secara otomotis hutan itu me miliki banyak fungsi bagi kehidupan warga……apakah kegiatan itu sudah men dapat persetujuan oleh pihak usat. klu iya apakah alsan dari pihak pusat mnyetujui kegiatan trsbt. trimakasih sebelumnya

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim