Surabaya tak Kreatif Datangkan Investasi

ilustrasi: kabarbisnis.com

Kinerja investasi di Surabaya yang cukup buruk sejak dua tahun terakhir diyakini akibat dari tidak kreatifnya Pemkot Surabaya dalam membuat perencanaan. Semestinya Surabaya bisa mendesain skema investasi yang menarik, misalnya di industri MICE (meeting, incentive, convention, exhibition).

“Kalau industri terbatas dan sudah overload, harusnya Surabaya meniru langkah Singapura dalam mengelola ekonomi,” kata Asisten II Bidang Pembangunan dan Ekonomi Pemprov Jatim, Hadi Prasetyo, saat acara Seminar Prospek Peningkatan Investasi di Jawa Timur bagi Atase Ekonomi KBRI dan Kedutaan Besar Negara Sahabat di Hotel Bumi Surabaya, Selasa (13/12/2011).

Singapura, lanjutnya, tepat mengambil kebijakan. Di saat industri sudah tidak bisa dikembangkan dan ketika perdagangan sudah mendekati titik optimal, ingapura meneguhkan dirinya sebagai pusat kultur Asia. Singapura juga meneguhkan posisinya sebagai hub dari berbagai sektor ekonomi di sia.

“Ada lima hub yang dikembangkan, yaitu hub keuangan, hub transportasi, jasa, telekomunikasi, dan migas,” tegasnya.

Jika Surabaya jeli, kata Hadi, harusnya ia bisa lebih berkonsentrasi menggarap industri MICE, jasa keuangan, dan transportasi. Sebab Surabaya memiliki Tanjung Perak dengan Operator PT Pelindo.

“Ini adalah potensi yang bisa dikembangkan. Dan harusnya Surabaya bisa jadi hub transportasi seperti Singapura,” tegas Hadi.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, sejak tahun 2010 hingga 2011 investasi di Surabaya mengalami pelambatan. Data Badan Koordinasi Pelayanan dan Penanaman Modal (BKPM) Surabaya menunjukkan, realisasi investasi yang masuk di tahun 2010 mencapai Rp742 miliar, padahal target yang ditetapkan sebesar 6,089 triliun. Sementara di tahun 2011 realisasinya hingga triwulan III/2011 masih di kisaran Rp504 miliar dari target Rp3,712 triliun.

Bahkan, peringkat tata kelola ekonomi Surabaya juga turun dari urutan nomor satu di 2009 menjadi nomor 19 di tahun 2011, kalah dengan Blitar, Malang dan Probolinggo.

Buruknya tata kelola ekonomi tersebut dipicu oleh tiga faktor, yaitu kurang baiknya komunikasi antara pengusaha dengan pemerintah, kurang baiknya komunikasi antara eksekutif dan legislatif, serta kurang baiknya infrastruktur yang ada. kabarbisnis.com

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim