Dinilai Kurang Serius Atasi Pencemaran Kali

ilustrasi: korannusantara.com

Pemerintah Provinsi Jawa Timur dianggap tidak serius menangani pencemaran kali Surabaya. Bahkan penegakan hukumnya terkesan memble.

Prigi Arisandi Direktur Eksekutif Ecoton mengatakan dalam 10 tahun terakhir, penanganan pencemaran di kali Surabaya tidak serius dikerjakan Pemprov Jatim. Hal ini ditunjukkan dengan penegakan hukum yang memble. Sanksi yang diberikan tidak maksimal seperti yang tercantum dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) no. 32 tahun 2009 yaitu denda minimal Rp 1 miliar.

“Sanksi masih menggunakan UU Perindustrian atau Perda sehingga denda yang dikenakan masih dalam batas ringan, antara Rp 5 juta- Rp 90 juta,” ujarnya.

Selain itu, pembangunan sarana Instalasi Pengelolaan Air Limbah Komunal (IPAL). Satu IPAL untuk mengelola 10-15 KK. Ini tentu tidak efektif. Pantauan Ecoton, banyak IPAL Komunal yang sudah tidak beroperasi. Bahkan ada beberapa bangunan IPAL Komunal yang dibangun di bantaran kali Surabaya sehingga bangunan IPAL tergenang saat musim penghujan.

Ketidakseriusan Pemerintah menangani pencemaran juga terlihat dari terlantarnya bantaran Kali Surabaya. Pemprov Jatim membebaskan orang untuk memakai tanah di kanan kiri kali Surabaya. Sumber pencemaran kali Surabaya sebenarnya disumbang oleh aktivitas masyarakat di bantaran kali Surabaya. Lagi-lagi, tidak ada upaya tegas Pemprov Jatim untuk mengendalikan pemakaian lahan bantaran.

Fakta lain adalah tak terkontrolnya industrialisasi DAS kali Surabaya. Meskipun di hilir dipakai untuk bahan baku PDAM, namun di hulu Gresik (kecamatan Driyorejo dan Kecamatan Wringinanom) kini marak berdiri industri-industri baru. Hal ini sangat membahayakan kemampuan tampung beban pencemaran kali Surabaya yang sudah berlebihan.

Dari kajian Kementrian Negara Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa daya tampung beban pencemaran kali Surabaya sebesar 35 ton/hari. Namun factual existing sekarang, kali Surabaya dibuangi 75 ton/hari.

Untuk itu, Ecoton meminta agar Pemerintah Kota Surabaya mengambil inisiasi untuk menyelamatkan kelayakan air kali Surabaya sebagai bahan baku PDAM Kota Surabaya. Karena selama ini Pemprov Jawa Timur seolah tidak peduli dengan kondisi air kali Surabaya.

Sebagai pemanfaat utama dan lokasi Kota Surabaya di hilir kali Surabaya maka konsekuensinya PDAM akan menerima semua kotoran dan kualitas air dengan kualitas terburuk. Pemkot harus berkoordinasi dengan Pemkab Gresik, Pemkab Sidoarjo dan Pemkab Mojokerto untuk menyepakati upaya-upaya pengendalian pencemaran di kali Surabaya.

Untuk menjamin ketersediaan air maka Pemkot Surabaya harus mendorong kampung-kampung di Surabaya untuk melakukan kegiatan adopsi satu mata air yang ada di hulu DAS Brantas. Sumber-sumber mata air ini menyebar di Mojokerto, Jombang, Kediri, Blitar, Malang, Nganjuk dan Batu. Maka warga Surabaya harus membayar jasa lingkungan berupa sumber air dengan ikut melestarikan keberadaan hutan di kawasan hulu Brantas. suarasurabaya.net

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim