Belajar Dari Pengalaman Krisis 2008

Dalam 2 pekan terakhir rupiah melemah sekitar Rp400 atau hampir 6% dibandingkan dengan titik tertinggi pada 2011 yaitu Rp8.460 pada awal Agustus.
Demikian juga indeks harga saham gabungan turun lebih dari 440 poin dari titik tertinggi, juga pada awal Agustus 2011.

Penyebab utamanya adalah turbulensi di pasar global, khususnya sentimen negatif dari Eropa ditambah kondisi fundamental ekonomi AS yang makin suram. Pada saat yang sama kondisi fundamental ekonomi Indonesia tetap baik, termasuk kinerja emiten di bursa efek.

Lembaga keuangan umumnya memiliki kekuatan yang cukup, dan investasi langsung meningkat.
Namun kokohnya kondisi fundamental ekonomi saja tidak memadai menahan pembalikan sentimen serta dampak negatifnya.

Pada pertengahan 2008, pada saat pasar keuangan global mulai bergejolak kondisi fundamental kita juga cukup baik. Akan tetapi tekanan jual di pasar saham, obligasi dan valuta asing yang utamanya datang dari luar negeri pada akhirnya berimbas pada pasar uang antarbank.

Puncaknya adalah masalah yang dihadapi Bank Century. Terlepas dari kemungkinan masalah yang telah ada di bank tersebut sebelumnya, kemungkinan satu bank relatif kecil bangkrut cukup menakutkan pasar dan otoritas keuangan sehingga dilakukan upaya penyelamatannya.

Besarnya pengaruh sentimen global datang bukan dari perdagangan barang tetapi dari pasar keuangan. Porsi kepemilikan investor asing di pasar saham Indonesia sekitar 60% dan di pasar obligasi pemerintah sekitar 33%.

Dengan demikian setiap ada realokasi aset atau penjualan yang dilakukan investor asing pengaruhnya cukup besar kepada pergerakan indeks saham dan harga surat utang negara (SUN).

Penjualan oleh pengelola dana asing terhadap aset Indonesia tidak berarti minat mereka menurun, tetapi dapat karena keperluan mendapatkan dana kas karena pencairan yang dilakukan investor mereka yang takut merugi. Atau mereka mencoba mengkompensasi kerugian yang di derita di tempat lain dengan li kui dasi aset yang nilai tetap baik, seperti di indonesia.

Pengaruh pemburukan sentimen di dalam negeri tidak saja ber akibat pada turunnya harga sa ham dan obligasi serta Rupiah tetapi pada perubahan perilaku.

Umumnya semua pemegang dana menjadi sangat berhati-hati, termasuk perbankan.

Dengan terfragmentasinya pa sar uang antarbank, meskipun secara agregat likuiditas rupiah dan valas cukup tetapi terbuka pe luang ada beberapa bank yang sulit mendapatkan dana. Dengan ada nya risiko sistemik perbankan, kesulitan yang dialami bank ke cil dalam situasi sentimen yang sangat negatif dengan cepat te ramplifikasi sehingga berpotensi membahayakan sistem secara ke seluruhan.

Pada saat ini Bank Indonesia di beritakan telah melakukan in tervensi dalam skala cukup be sar. Makanya cadangan devisa tu run dari sekitar US$124 miliar ke sekitar US$122 miliar dalam 2-3 minggu terakhir.

Pada saat ini nilai Rupiah bergerak di sekitar Rp8.900 dan Rp9.000 dan kebanyakan pemilik valas tidak melakukan pasokan, sehingga praktis pemasok utama adalah Bank Indonesia dalam kondisi pasar yang cukup tipis. Dalam kondisi ini nilai tukar sangat mudah bergerak liar.

Di sisi lain pasar uang antar bank, secara agregat, cukup stabil dalam arti likuiditas terjaga dan tidak ada gejolak suku bunganya. Dikabarkan Bank Indonesia sangat aktif memantau likuiditas dan memasok jika dibutuhkan. Hal ini sangat penting karena sedikit saja pemberitaan ada bank atau lembaga lain kesulitan likuiditas efek negatifnya akan cepat meluas.

Di samping itu pemerintah telah mengumumkan pembentukan dana stabilitas SUN. Dengan adanya dana ini pada saat harga SUN jatuh maka beberapa BUMN berkomitmen untuk membeli, agar harga tidak jatuh dan menimbulkan kepanikan.

Selain itu, Bank Indonesia juga mengumumkan akan melakukan pembelian surat perbendaharaan negara (SPN) di pasar perdana jika diperlukan. Dengan demikian jika ada penurunan harga atau kenaikan suku bunga SPN dan sekaligus SUN maka ada perintang agar harga tidak terjun bebas.

Hal ini penting karena jika harga SPN atau SUN turun drastis maka pada suatu saat akan menyentuh ambang batas aman di berbagai lembaga keuangan khususnya bank (cut loss limit).
Penjualan masif dan terjun bebasnya harga SUN bukan hanya menyebabkan kerugian besar di sisi investor melainkan juga menaikkan biaya penerbitan di sisi Pemerintah, dan akan meningkatkan biaya dana pihak swasta.
Pengamanan pasar Apakah ini cukup? Untuk pengamanan pasar SUN kelihatannya ini adalah hal maksimal yang dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan jangka pendek. Dari pengalaman selama ini, krisis pada masa lalu berdampak hanya sementara pada pasar SUN.

Pemulihan di pasar saham dapat memakan waktu lebih lama. Namun, mengingat kinerja emiten yang umumnya baik, meskipun di pasar kita harga saham tergolong mahal, maka pemulihan hanya masalah waktu.Berbeda dengan kondisi pada 2008 saat ini kita tidak memiliki UU atau RUU Jaringan Pengaman Sektor Keuangan. Karena itu jika ada bank yang kondisinya kritis maka pertanyaannya adalah siapa otoritas yang akan memutuskan penyelamatannya?
Tentu saja jika situasi memburuk pemerintah dapat menerbitkan Perpu protokol penyelamatan sektor keuangan. Namun, tentu lebih baik jika ada dasar hukum tetap unuk pengambilan keputusan yang menyangkut dana publik berjumlah besar dan berdampak luas terhadap sektor keuangan.

Dalam situasi seperti sekarang adalah kurang bijaksana untuk merubah arah kebijakan atau melakukan pembahasan untuk itu. Termasuk perubahan arah kebijakan moneter yang mendasar seperti perubahan tingkat suku bunga.

Meskipun secara fundamental inflasi di Indonesia memiliki kecenderungan stabil dan cukup rendah secara historis, dan dapat diargumentasikan bahwa dalam situasi normal hubungan suku bunga dengan nilai tukar tidak selalu nyata, dalam si tuasi di ba wah tekanan pemegang dana menjadi sangat sensitif terhadap hal ini.

Lebih penting adalah menjaga likuiditas di pasar dan memastikan ketersediaan dana untuk per bankan, termasuk bank-bank kecil.

Yang sangat dibutuhkan ada lah pernyataan-pernyataan yang menunjukkan kesiapan dan ke tegasan akan bertindak cepat jika diperlukan. Dalam situasi di ba wah tekanan sudah terlambat un tuk memulai inisiatif baru khususnya dengan struktur yang be lum teruji, apalagi jika membutuhkan proses politik yang me makan waktu lama.

Meskipun secara fundamental kondisi ekonomi makro In do ne sia cukup baik, keterkaitan sektor keuangan khususnya pasar saham dan SUN dengan gejolak pa sar global harus diwaspadai.

Perubahan sentimen dapat berpengaruh pada kondisi keuangan domestik melalui antara lain pasar uang antarbank. Mengingat risiko sistemik sektor perbankan, maka ancaman ini ha rus sangat dicermati dan dicarikan pengamannya. Kahlil Rowter – Chief Economist PT Bakrie & Brothers, Tbk./Bisnis Indonesia

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim