Musibah di Perairan Akibat Pemerintah Abai

Kapal Marina Nusantara Terbakar (okezone.com)

Banyaknya kecelakaan kapal di sejumlah perairan sangat disayangkan oleh Forum Masyarakat Kelautan dan Perikanan. Pemerintah dinilai tidak serius membenahi moda transportasi antar pulau. Lebih lanjut, hal ini merupakan sebuah bentuk diskriminasi kepada masyarakat pesisir terutama di pulau-pulau kecil.

Oki Lukito Ketua Forum Masyarakat Kelautan dan Perikanan mengatakan tidak ada upaya konkrit dari Pemerintah untuk menata sistem transportasi laut nasional yang sistematis, efektif, efisien dan aman. Ini bisa dilihat dari berulangnya musibah di laut.

“Ironis, di negara maritim ini hampir setiap bulan terjadi kecelakaan di laut, hal itu menunjukkan Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah mengabaikan keselamatan pelayaran,” kata Oki mengutip rilis yang dikirimkannya kepada suarasurabaya.net, Senin (26/9/2011).

Oki mencatat selama periode Agustus sampai September 2011, ada 3 perahu motor tenggelam. Sedikitnya 67 orang pengguna moda transportasi laut tewas. Pada 27 Agustus lalu, KM Karsa di perairan Pulau Lambasina, Sulawesi Tenggara menewaskan 11 orang dan 14 penumpang hilang. Kecelakaan lainnya terjadi pada 21 September 2011 dini hari yang menimpa perahu Sri Murah Rejeki. Membawa 36 orang penumpang, perahu ini berlayar dari ungut Batu, Nusa Lembongan ke Toya Pakeh, Nusa Penida. Perahu terbalik sekitar 1 mil di sebelah utara Jungut Batu.

Pada 24 September lalu, 13 orang penumpang perahu Putri Tunggal tewas setelah kapal dihantam ombak di wilayan perairan Raas, Kepulauan Kangean, Sumenep, Madura, Jawa Timur. Selang dua hari kemudian yaitu Senin (26/9/2011) ini, KM Marina Nusantara yang berangkat dari Pelabuhan Tanjung Perak menuju Banjarmasin mengalami tabrakan dengan kapal tongkang dan terbakar. Kapal yang mengangkut kurang lebih 700 orang penumpang itu menewaskan tiga orang.

Menurut Oki, kecelakaan tersebut menunjukkan pengabaian yang dilakukan Pemerintah. Perahu Putri Tunggal misalnya merupakan perahu nelayan harus harusnya untuk menangkap ikan. Tapi, justru digunakan sebagai sarana transportasi angkutan umum.

Keputusan Menteri Perhubungan 73 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Angkutan membuat Kementerian Perhubungan tidak bisa serta-merta menyalahkan Pemerintah daerah . Sementara Pemerintah daerah yang diberi kewenangan mengawasi operasional kapal penumpang atau niaga dengan bobot di bawah 7 ton, lemah dalam hal pengawasan serta tidak berperan aktif dengan menempatkan posisi pejabat struktural yang memiliki kompetensi di bidangnya. suarasurabaya.net

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 7696. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim