Ketika Bangsa Gagap Menghadapi Bencana

Wahyu Kuncoro SN Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Magister Media dan Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) - Surabaya

Bencana demi bencana tidak lagi menjadi sesuatu yang mengejutkan, setiap saat bisa saja menyapa kita. Mulai bencana yang diakibatkan karena faktor posisi geologis Indonesia, hingga bencana yang terjadi karena keserakahan berikut ketidakcerdasan dalam mengelola negeri ini.

Akibat posisi geologis Indonesia berdampak tidak ada sejengkal tanah pun di negeri ini yang bebas dari ancaman bencana alam. Mulai gunung meletus, gempa bumi, tanah longsor hingga ancaman tsunami. Anehnya, sebagai negeri yang memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana, ternyata tidak membuat negeri ini terpacu untuk mengantisipasinya tetapi justru terus larut dalam kebingungan dan kegagapan ketika bencana datang. Bencana terus terulang dan korban pun terus berjatuhan.

Urgensi Mitigasi Bencana

Kebingungan dan kegagapan bangsa ini setiap menghadapi bencana sesungguhnya juga menandakan bahwa bangsa ini belum memiliki manajemen mitigasi bencana  yang memadai.

Di negara maju seperti Jepang dan Amerika korban jiwa akibat bencana alam dapat ditekan karena pemahaman mereka dalam mitigasi sudah demikian tinggi. Program mitigasi yang terpadu meliputi pengembangan sistem pemantauan, pengembangan sistem peringatan dini (early warning system), pembuatan peta-peta informasi bencana, public education, dan adanya undang-undang yang menyangkut perencanaan wilayah. Beberapa poin tersebut masih banyak yang belum dilakukan pemerintah terkait minimnya anggaran untuk itu.

Konsep penanggulangan bencana di Indonesia hingga saat ini masih jauh dari harapan. Padahal dalam beberapa tahun terakhir ini bencana datang silih berganti. Sayangnya,  respons pemerintah masih sebatas ketika terjadi bencana. Kondisi tersebut membuka kesadaran bersama bahwa manajemen bencana di Indonesia masih jauh dari harapan. Manajemen bencana selama ini terabaikan dan tidak menjadi prioritas, karena bencana masih dianggap hanya datang sewaktu-waktu. Selain itu, belum tersusunnya suatu rencana tata ruang yang memasukkan unsur-unsur geologi sebagai basis bagi perencanaan wilayah ikut memperparah kondisi. Ironisnya, pembuatan rata ruang dan wilayah (RTRW) oleh pemerintah daerah tak selalu menjadi prioritas.

Hingga Desember 2010, baru 22  provinsi yang dalam proses penyusunan RTRW. Itu pun baru 13 provinsi yang substansinya disetujui. Sementara dari 524 kab/kota yang ada di negeri ini, baru 260 pemkab/pemkot yang serius menyusun RTRW. Padahal, dengan tata ruang, Pemda sesungguhnya telah belajar membangun dengan lebih terukur. Bukan itu saja, kelembagaan semacam Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang seharusnya dimiliki semua daerah pun, ternyata tidak semua daerah serius memikirkannya. Akibatnya, tidak semua daerah sudah membentuk BPBD di wilayahnya. Pemerintah daerah baru terlihat sibuk saat bencana tiba, setelah itu lupa kembali, begitu seterusnya.

Menurut Tri Harijono (Bencana Mengancam Indonesia ; 2011) respon terhadap bencana seharus juga harus disikapi dengan kebijakan penyiapan SDM yang profesional yang khusus untuk menangani bencana. Artinya, untuk memperkecil risiko bencana tidak cukup hanya dengan sosialisasi dan mitigasi saja. Sayangnya, institusi pendidikan yang diharapkan akan ikut memasok SDM yang profesional justru tidak berkutik. Terbukti, jurusan-jurusan geologi di kampus-kampus besar macam UGM dan ITB tidak lagi menarik minat, bahkan sempat muncul wacana untuk ditutup.

Menyikapi hal semacam itu, pemerintah seharusnya bersikap sigap, misalnya dengan memberikan beasiswa bagi masyarakat yang akan mengambil jurusan tersebut. Keberpihakan pemerintah terhadap kondisi ini diharapkan dalam jangka panjang para lulusan geologi ini bisa mengatasi masalah kebumian termasuk di dalamnya ancaman bencana yang akan terjadi.

Kekeliruan Mengelola Negeri

Pada wilayah lain bencana juga hadir sebagai akibat kesalahan dalam mengelola negeri ini. Contoh mudahnya, adalah terjadinya ‘bencana’ yang rutin terjadi tiap tahunnya khususnya setiap menjelang dan sesudah Lebaran.

Dalam Lebaran tahun 2011 ini misalnya, selama arus mudik Lebaran sejak (H-7) pada 23 Agustus 2011 hingga hari kedua Lebaran pada 31 Agustus 2011, jumlah kecelakaan sebanyak 2.998 peristiwa. Dari jumlah tersebut tercatat korban meninggal mencapai 490 orang, korban luka berat 811 orang, dan korban luka ringan sebesar 2.027 orang. Jumlah kecelakaan ini, mengalami peningkatan dibanding jumlah kecelakaan saat mudik pada tahun 2010. Dari catatan posko tersebut pada tahun lalu, jumlah kecelakaan mencapai 2.246 peristiwa, Kompas (2/9/2011).

Terkait ‘bencana’ di jalanan tersebut, isu paling mutakhir adalah bencana tabrakan maut yang melibatkan Bus PO Sumber Kencono dengan armada travel yang mengakibatkan 20 nyawa melayang, Senin (12/9) lalu. Kecelakaan ‘jalanan’ tersebut menandakan ada pihak yang lalai dalam menjalankan fungsinya. Mulai dari armada angkutannya hingga pemerintah selaku pembuat regulasi yang membiarkan pelanggaran demi pelanggaran terjadi.

Dalam konteks kecelakaan di jalanan tersebut baik yang rutin terjadi seperti saat mudik lebaran hingga kecelakaan-kecelakaan yang terjadi sewaktu-waktu sesungguhnya menunjukkan pemerintah tidak cukup sigap dan cekatan dalam merespon persoalan. Respon yang disampaikan pemerintah masih standard an normative seperti akan mencabut izin operasional dan trayek armada yang dinilai lalai dalam menjalankan tugas. Itu saja masih diragukan kesungguhan dan konsistensinya untuk merealisasikan sanksi tersebut.

Hemat penulis, persoalan mencabut trayek atau izin operasional hanyalah masalah mudah, masih ada persoalan mendasar dan strategis yang seharusnya dipikirkan pemerintah yakni membuat regulasi yang ‘memaksa’ armada angkutan tidak membuat kebijakan yang berdampak pada sikap ugal-ugalan-nya para sopir armada akibat mengejar setoran. Kalau pun toh pemerintah tidak bsia memaksa lebih jauh kepada swasta, maka pemerintah harus menciptakan armada angkatan yang bisa memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat.

Sayangnya, angkutan dan transportasi yang dikelola pemerintah pun ternyata, kualitas layanan dan keselamatan juga masih dipertanyakan. Harus ada terobosan luar biasa yang menuntut niat baik dari semua komponen bangsa. Pemerintah sebagai garda terdepan sekaligus penanggung jawab harus bekerja keras menggerakkan semua pihak yang berkepentingan untuk mewujudkan sarana transportasi yang aman dan nyaman.

Belum usai membincangkan problem klasik terkait ‘bencana’ yang terjadi di jalanan, hari ini pemerintah juga mulai disibukkan oleh bencana lain akibat musim kemarau panjang yang berdampak di beberapa daerah dilanda kekeringan dan krisis air bersih. Dan lagi-lagi sikap dan respon yang dilakukan pemerintah juga masih standar-standar saja dan malah lebih kental nuansa seremonialnya saja yakni sebatas mengirim mobil tanki air bersih kepada warga yang membutuhkan. Bencana kekeringan, krisis air bersih adalah imbas ketidaksigapan kita bersama dalam merespon perubahan iklim yang kian tidak menentu. Dan jangan heran, jika di musim penghujan nanti bencana dengan wajah lain juga siap-siap menyergap kita. Tanah longsor, banjir bandang rasanya juga sudah siap-siap menyapa kita di musim hujan nanti.

Bencana yang datang silih berganti, tumpang tindih, telah menimbulkan kelelahan, kerisauan, keresahan, kegalauan, dan kegamangan di masyarakat. Tragedi yang datang terus-menerus itu tidak hanya melahirkan interpretasi secara rasional, tetapi juga spiritual. Apa pun tafsirannya, bangsa Indonesia dalam kenyataannya seperti tidak habis-habisnya mendapat cobaan berupa bencana yang bertubi-tubi. Kegalauan bertambah karena manajemen bencana terkesan kedodoran, yang lebih mengekspresikan kurangnya kesungguhan dalam mengelola potensi bencana yang mungkin terjadi.

Wallahu’alam Bhis-shawwab

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim