Data BPS Soal Nelayan Menyesatkan

ilustrasi: kampung nelayan/kompas.com

Ketua Forum Masyarakat Kelautan dan Perikanan Oki Lukito menilai, data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur tentang tingkat kesejahteraan hidup nelayan menyesatkan. Di samping karena metode perhitungan yang tidak relevan, juga tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Indeks nilai tukar nelayan NTN yang dikeluarkan tidak bisa dijadikan tolok ukur tingkat kesejahteraan nelayan. Ini mengingat BPS hanya bisa menghitung NTN dari sisi ekonomi makro, sehingga tidak relevan.  – Oki Lukito

“Indeks nilai tukar nelayan (NTN) yang dikeluarkan tidak bisa dijadikan tolok ukur tingkat kesejahteraan nelayan. Ini mengingat BPS hanya bisa menghitung NTN dari sisi ekonomi makro, sehingga tidak relevan. Datanya tidak sesuai fakta di lapangan katanya,” Selasa (23/8/2011).

Menurut BPS, perkembangan NTN selama tahun 2010 cenderung meningkat dibandingkan dengan perkembangannya tahun 2008 dan 2009. NTN pada tahun 2010 sebesar 143,20 lebih tinggi dibanding tahun 2008 dan 2009 yang masing-masing sebesar 139,97 dan 141,25.

Kenaikan NTN tahun 2010, menurut BPS, karena pengaruh kondisi cuaca yang lebih buruk selama setahun penuh dibandingkan dengan kondisi cuaca di tahun 2008 dan tahun 20 09. Nelayan pada umumnya tidak melaut bila cuaca buruk, karena membahayakan untuk keselamatannya, sehingga jumlah produksi ikan menjadi lebih sedikit akibatnya harga ikan menjadi lebih mahal. Mahalnya harga ikan dibanding dengan periode sebelumnya menjadi kan perkembangan indeks menjadi lebih tinggi.

Menurut Oki Lukito, perhitungan itu meragukan dan menyesatkan. NTN hanya bisa dipahami dalam angka statistik, yaitu tentang perbandingan antara harga yang diperoleh nelayan dengan harga beli nelayan. Perhitungan seperti ini dinilai tidak bisa digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan yang sesungguhnya.

“Sulit dipercaya bahwa kesejahteraan nelayan pada saat ini meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya, karena selama 1,5 tahun terakhir di sentra-sentra perik anan di Jatim krisis ikan akibat anomali iklim dan merosotnya sumber daya ikan, seperti di Banyuwangi, Probolinggo, Pasuruan hingga sepanjang Pantai Madura,” tegas Oki.  (Kompas.com)

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim