Industri Rokok Kecil Terpuruk

ilustrasi: detiksurabaya.com

Kurun waktu tiga tahun ini, industri rokok menengah ke bawah diambang kehancuran. Salah satu penyebabnya adalah kebijakan pemerintah yang dinilai justru berpihak kepada pengusaha rokok besar.

“Di Malang Raya, ada 503 industri rokok pada 2008. Di tahun 2009 jumlahnya berkurang menjadi 367. Dan saat ini jumlah itu rontok hanya tinggal 147,” kata Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi), Heri Susianto, kepada wartawan dalam jumpa pers di Hotel Santika, Jalan Jemursari, Selasa (9/8/2011).

Heri mengatakan bahwa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang diterbitkan banyak dikeluhkan pengusaha industri rokok menengah ke bawah. Bukannya membantu, PMK itu justru menjerumuskan pengusaha rokok menengah ke bawah. Pengusaha rokok kecil justru disuruh membayar hingga 10 kali lipat tarif cukai dibanding pengusaha rokok besar.

Heri menyebutkan bahwa PMK 203 mewajibkan indsutri rokok menengah ke bawah membayar tarif cukai 33 % sementara industri rokok besar 3-7 %. Saat terbit PMK 181, indsutri rokok menegah ke bawah diwajibkan membayar tarif cukai 62,5 % dibanding industri rokok besar yang hanya membayar 7-15 %. Kemudian, kata Heri, terbit lagi PMK 200 yang mewajibkan pengusaha rokok menengah ke bawah mempunyai luas bangunan pabrik minimal 200 meter.

“Aturan itu jelas-jelas mendorong industri rokok kecil ke jurang kematian. Dari 147 pabrik rokok kecil yang ada sekarang ini, 40 % nya mati suri. Mereka hanya berproduksi jika ada pesanan saja,” tambah Heri.

Saat industri rokok kecil ditekan sedemikian rupa dengan PMK, industri rokok besar justru makin menguatkan tekanan itu. Industri rokok besar mulai bermain di pasar indsutri rokok kecil. Industri rokok besar mulai membuat anak-anak perusahaan yang memproduksi rokok yang diedarkan untuk kalangan menengah ke bawah.

“Jelas saja kami kalah segalanya. Mulai dari distribusi, modal dan juga bahan baku,” lanjut Heri.

Dengan langkah agresif itu, industri rokok besar diakui Heri telah menggerogoti 60 % pangsa pasar industri rokok kecil selama 2 tahun terakhir. Langkah agresif itu juga telah menjadikan 90 % pangsa pasar rokok dikuasai industri rokok besar yang jumlahnya hanya 10 %.

Kebalikannya, indsutri kecil menengah yang jumlahnya 90 % dari pabrik rokok yang ada, hanya menguasai pangsa pasar sebanyak 10 % saja. “Mana perlindungan dan keadilan pemerintah buat kami,” ujar Heri.

Tetapi, kata Heri, penyelamatan industri rokok menengah ke bawah saat ini masih ada harapan saat PMK 191/PMK.04/2010 keluar. PMK tersebut mengatur tentang perusahaan rokok besar yang memiliki afiliasi atau anak perusahaan yang menjual produknya di pasar perusahaan rokok olongan menengah dan kecil.

Heri menginginkan PMK itu akan menciptakan tatanan industri rokok yang sehat di tanah air. Industri rokok besar nantinya akan bersaing antar mereka sendiri dan tidak akan mencampuri pangsa pasar indsutri rokok menengah ke bawah.

“Sayangnya PMK ini masih akan diberlakukan 23 November 2012. karena itu kami mendesak akan bea cukai membuat petunjuk pelaksanaan (juklak) bagi PMK ini. karena tanpa juklak, PMK tak akan berjalan,” tandas Heri.detiksurabaya.com

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 4561. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim