DPRD Jatim Kritik Pelindo III

ilustrasi: arsipberita.com

Ketua Komisi A DPRD Provinsi Jatim, Sabron D Passaribu menilai apa yang dilakukan PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III terhadap Pelabuhan Tanjung Perak, seperti perompak Somalia. “Hanya bedanya, yang ini legitimated,” katanya saat memimpin sidang hearing Komisi A dan B dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur di Gedung DPRD Jatim, Jalan Indrapura Surabaya, Senin (25/4/2011).

Dalam hearing tersebut, anggota dewan mendesak PT Pelindo III menghentikan praktik monopoli yang kerap dikeluhkan pengusaha kepelabuhanan di Tanjung Perak. Mereka berpendapat, monopoli yang dilakukan selama ini mengakibatkan tingginya biaya jasa kepelabuhanan yang ditetapkan Pelindo III.

Ketua Komisi B DPRD Jatim, Renville Antonio mengatakan, biaya tinggi yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Perak diakibatkan tidak adanya pesaing bagi Pelindo III yang selama ini menjadi satu-satunya institusi dalam menetapkan semua biaya terkait kegiatan kepelabuhanan di Tanjung Perak.

“Memang banyak pengusaha baik pemilik kapal maupun pemilik barang yang melalui Tanjung Perak mengeluhkan tingginya biaya yang harus mereka tanggung sesuai yang ditetapkan oleh Pelindo III. Dan praktek –praktek ini harus segera diakhiri,” katanya.

Biaya tinggi yang selama ini dialami Pelindo seperti yang kerap dikeluhkan diantaranya adalah biaya tambat kapal. Kapal-kapal besar dengan bobot diatas 20.000 dead weight ton (DWT) diharuskan membayar USD 21 ribu untuk biaya tambat kapal tiap harinya dengan minimum charge untuk 3 hari. Ongkos ini termasuk yang paling mahal bahkan dibandingkan negara-negara dengan pelabuhan yang jauh lebih maju seperti Singapura.

Di Singapura misalnya, biaya serupa lebih rendah sekitar 25 persennya. Bahkan di Malaysia, biayanya bisa lebih rendah sampai 35 persennya. “Pengusaha pun banyak memilih membongkar muatannya di Singapura. Ini jelas bukan kondisi yang baik bagi pengusaha,” imbuh Ketua Asosiasi Pengusaha Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Jatim, Captain Prijanto.

Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Jatim, Agus Dono menegaskan, selain masalah biaya tinggi, selama ini Pelindo III juga tidak pernah memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah Jatim. Ia menegaskan, sudah saatnya kini Pelindo berbagi dengan Pemerintah Daerah. “Jalan tol saja, yang dulu dikuasi penuh Jasa Marga, kini sudah mulai di kelolakan bersama dengan pemerintah tingkat I dan II. Sudah saatnya Pelindo juga diperlakukan sama,” tandasnya.

Politisi dari Demokrat itu mengatakan, pembagian kepemilikan aset 60 persen untuk pemerintah pusat dan sisanya untuk pemerintah daerah seperti yang terjadi di Jasa Marga, juga layak diterapkan di Pelindo.

Ia berjanji akan segera mengambil tindakan dengan memanggil manajemen Pelindo III dan juga Badan Otoritas Pelabuhan (BOP) sebagai pemegang regulasi untuk mencari solusi mengatasi masalah di Tanjung Perak. “Kalau tidak mau mengikuti kemauan rakyat Jawa Timur, ya nggak usah ada di Jawa Timur. Pergi saja dari sini, toh tanpa Pelindo III, pelabuhan Perak tetap eksis kok,” pungkas Agus. kbc

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 2024. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim