Harga Minyak Ganggu Laju Inflasi Jatim 2011

ilustrasi: aidilakbar.com

ilustrasi: aidilakbar.com

Memanasnya suhu perpolitikan di wilayah Timur Tengah yang sampai sekarang belum ada kejelasan kapan selesainya dipastikan akan terus mengerek harga minyak ke level yang lebih tinggi. Kenaikan harga minyak tersebut akan berimbas pada laju inflasi, termasuk di Jatim.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan, laju inflasi di Jatim pada tahun ini tetap akan berada di level cukup tinggi di kisaran 6,75%-7%. Tahun lalu inflasi di Jatim mencapai 6,9%.

Kepala Bidang Ekonomi Moneter Bank Indonesia Surabaya, Sukowardoyo, mengatakan, kenaikan harga minyak akan berimbas pada terkereknya harga berbagai komoditas lainnya, seperti batubara atau CPO sebagai barang substitusi minyak. Kenaikan harga energi tersebut akan mengerek biaya produksi. Saat ini sejumlah pelaku usaha sudah bersiap mengerek harga jual produknya.

“Tahun ini inflasi Jatim, angka pesimistisnya di kisaran 7%, sementara angka optimistis ya di kisaran 5,5%. Perkiraan mediumnya 5,97%,” ujar Sukowardoyo.

Menurut Suko, mahalnya harga minyak dunia yang terjadi saat ini akan berdampak pada terjadinya konversi pengolahan hasil pertanian menjadi minyak, seperti komoditas kelapa sawit, kedelai, gandum, dan jagung. Akibatnya, suplai untuk kebutuhan manusia dan ternak akan mengalami penurunan. Tidak dapat dipungkiri, harga berbagai komoditas pertanian tersebut akan terkerek seiring dengan kurangnya pasokan.

“Agroinflation atau inflasi di sektor pertanian akan tinggi karena naiknya komoditas agrobisnis seperti sawit, kedelai, gandum, dan jagung. Harga minyak US$80 hingga US$ 90 per barel akan merangsang pengusaha mengonversi hasil pertanian menjadi minyak, sementara saat ini harga minyak sudah terkerek hingga di atas US$100 per barel dan kondisi ini akan menaikkan harga produk pertanian menjadi lebih tinggi. Jadi kita lihat saja, sejauh mana harga minyak akan bergerak,” ungkapnya.

Di sisi lain, lanjut Suko, masalah global warming atau pemanasan global yang berimbas pada penurunan produksi pangan terjadi di seluruh belahan dunia. Sehingga semua negara akan berupaya mengamankan negara masing-masing dengan menekan laju ekspor komoditas pertanian. Hal ini juga dikhawatirkan akan bisa mengurangi pasokan pertanian, sepertui gandum dan akan mengerek kenaikan harga komoditas pertanian jauh lebih tinggi.

“Hanya saja, kita sepertinya diuntungkan dengan menguatnya nilai tukar rupiah yang terjadi sepanjang 2011. Sebab, dengan menguatnya nilai tukar di level Rp8.750 per dolar AS, maka inflasi dari harga komoditas impor akan sedikit terkurangi. Andai tidak ada penguatan rupiah, saya yakin inflasi akan lebih tinggi,” terangnya.

Selain itu, ungkap Suko, faktor yang menekan laju pertumbuhan inflasi 2011 ada kecenderungan naiknya suku bunga acuan (BI-Rate) dari posisi saat ini yang berada di level 6,75%. Sebab, kenaikan suku bunga acuan ini akan mengurangi ekspektasi inflasi karena akan mampu menekan tingkat konsumsi masyarakat. kbc6/kabarbisnis.com

Tulis Komentar

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Harap gunakan bahasa atau kata-kata yang santun. Terima kasih atas partisipasi Anda.





© Copyright 5007. Bappeda Provinsi Jawa Timur. Kembali ke atas | Kontak Kami | RSS Feed
Created & Design by IoT Division Bappeda Jatim